Ngaji Hikam Bab Macam-macam Tawakal
Khatim al-Ashom (W.237 H) beliau hidup pada Abad Ke-3 dan merupakan murid dari Syaqiq al-Balkhi. Dan Syaqiq merupakan Murid Ibrahim bin Adham. Sementara Ibrahim bin Adham adalah murid Fudhail bin Iyadh. Khtatim al-Ashom berkata:
(٢) وتوكل على المال(٣)
وتوكل على النفس (٤) وتوكل على الرب التوكل
على اربعة اوجه توكل على الخلق (١)
Artinya : "Tawakal ada 4 jenis yaitu (1) Tawakal kepada sesama makhluq (2) Tawakal atas harta, (3) Tawakal atas dirinya sendiri, (4) Tawakal kepada Allah".
Orang yang bertawakal kepada makhluq berkata, "Selagi bapak masih ada". atau "Selagi ibu masih ada!". Atau, "Selagi pamanku masih menjadi jenderal, maka aku tidak akan susah!". Kalimat-kalimat itu menunjukan bahwa orang tersebut bertawakal atau pasrah kepada sesama makhluq. Sementara orang yang bertawakal atas harta benda berkata, "Selama hartaku masih banyak tidak ada sesuatu yang membahayakan aku". Adapun orang yang bertawakal kepada dirinya sendiri berkata, "Selama tubuhku masih sehat maka aku tidak akan kekurangan sesuatu".
Tiga macam tawakal di atas adalah jenis tawakalnya orang-orang bodoh. Yaitu orang yang bertawakal kepada sesama makhluq baik itu ayah-ibunya, pejabat dsb. Juga orang-orang yang pasrah kepada hartanya dan atas kemampuannya dirinya sendiri. Mengapa tawakal kepada 3 hal tersebut dikatakan bodoh?. Karena 3 hal itu adalah makhkuq dan makhluq tidak akan kekal. Semua tidak abadi. Baik itu ayah-ibu, jenderal dan lain sebagainya. Bahkan harta kekayaan juga tidak kekal karena sewaktu-waktu bisa hilang seketika. Entah karena bencana atau yang lainnya. Tiga tawakal itu berbeda dengan orang yang bertawakal kepada Allah. Karena mereka selalu berkata, "Aku tidak peduli apakah aku pagi-pagi jadi orang kaya atau faqir. Karena aku selalu disertai Allah dan aku selalu dijaga oleh-Nya apapun yang terjadi".
Syekh Ibnu Athailah dalam Al-Hikam berkata, "Tidak ada kesulitan memperoleh suatu tujuan jika keberhasilannya di pasrahkan kepada Allah, sebaliknya tidak ada kemudahan memperoleh tujuan jika keberhasilannya diserahkan kepada kemampuan sendiri".
Hikmah tersebut adalah hikmah tentang tawakal karena untuk memperoleh tujuan apapun baik berupa rezeki, ilmu, atau kedudukan, tidak akan sulit jika keberhasilannya dipasrahkan kepada Allah. Sebaliknya akan sulit memperoleh tujuan jika keberhasilannya diserahkan kepada kemampuan sendiri. Arti dari hikmah tersebut juga bermakna bahwa usaha tetap harus dikerjakan. Tapi keberhasilannya dipasrahkan kepada Allah. Yang juga bermakna sebagai tawakulul Ammah yaitu tawakalnya orang umum yang masih mewajibkan usaha.
Syekh Abdur Rohman Ashofuri As Syafii dalam kitabnya Nazaatul Majalis menjelaskan tentang apa bedanya antara (1) Tawakal, (2) Taslim, dan (3) Tafwidz. Tiga istilah itu jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maknanya sama yaitu pasrah. Baik tawakal, taslim maupun tafwidz. Mengapa maknanya cuma satu?. Karena perbendaharaan bahasa Indonesia terbatas sedangkan bahasa Arab memilki perbendaharaan kata yang lebih luas.
1) Tawakal adalah apabila kita
merasa tenang dengan janji Allah. Tawakal ini adalah tawakalnya orang khusus. Orang pada tingkatan khusus tidak perlu bekerja. Mereka hanya pasrah dan yakin dengan janji Allah. Akan tetapi Walaupun tidak bekerja, mereka
masih tetap berdoa kepada Allah.
2) Taslim adalah merasa cukup dengan
pengertian Allah (Ilmilllah). Mereka tidak bekerja dan berusaha serta tidak
berdoa. Karena dalam pandangan orang yang taslim mereka sudah cukup dengan ilmu
Allah. Bahwa Allah maha mengetahui.
3) Tafwidz adalah tingkatan pasrah apabila kita
telah rela dan menerima apa yang menjadi keputusan Allah. Mereka tidak bekerja, tidak berdoa, dan ridla dengan keputusan-keputusan Allah.
Banyak cerita untuk memahami 3 macam tawakal di atas. Seperti yang ditulis oleh Syekh Ahmad Sihabudin bin Salamah Al-Qolyubi di dalam kitabnya Al-Nawadzir halaman 8 yang menyebutkan contoh orang taslim. Ada seorang taslim yang bernama Thoriq. Dia memiliki julukan shodiq. Satu ketika Thoriq al-Shodiq sedang berjalan di tengah padang pasir pada malam yang gelap gulita. Dia tidak melihat bahwa di depannya ada sumur yang sangat amat dalam sehingga dia terjatuh ke dalamnya. Di dalam sumur itu kering tak ada air. Mau memanjat pun tapi tidak bisa karena amat dalam. Saat berada di dalam sumur dia hanya diam. Tidak berteriak minta tolong. Juga tidak berdoa kepada Allah.
Beberapa waktu kemudian ada serombongan jamaah haji yang melewati tempat sumur tersebut. Rombongan itu melihat bahwa ada sumur yang menganga dan berada di tengah-tengah jalan. Karena khawatir membahayakan orang. Rombongan itu menutup sumur tersebut dengan batu besar. Sumur bertambah gelap. Tapi Thoriq tidak berteriak minta tolong. Jika Thoriq berteriak berarti tingkatannya belum taslim. Saat itu Thoriq berkata pada dirinya sendiri, "Wahai Thoriq hari ini menjadi bukti bahwa apakah engkau menjadi orang yang taslim shodiq atau taslim kadzib?. Jika kamu berteriak minta tolong, atau mengatakan jangan ditutup sumurnya berarti kamu bohong, tapi jika kamu diam dan merasa yakin bahwa Allah sudah tahu, maka kamu termasuk taslim yang shodiq".
Saat itu thoriq tetap diam. Sampai tampak dari atas 2 lampu yang bersinar terang turun ke bawah. Tambah dekat dan semakin terlihat dekat. Ternyata sorot lampu itu adalah mata ular yang sangat besar. Thoriq pun berkata kepada dirinya sendiri, "Wahai Thoriq hari ini akan terbukti apakah kamu menjadi orang yang taslim shodiq atau taslim kadzib?". Thoriq kemudian bercerita bahwa ular besar itu semakin mendekat dan dalam dugaannya akan memakan dirinya. Akan tetapi ternyata Ular itu berbalik ke atas dan ekornya di ikatkan diantara dua kaki sampai leher Thoriq.
Ular itu pun kemudian naik dan membuka batu yang menutup sumur dengan sundulan kepala. Ketika sampai di atas sumur, Thoriq dilepaskan dan ular itupun pergi. Sehingga Thoriq al-Shodiq pun selamat. Setelah itu ada Hatif yang terdengar dan berkata, "Hadza min lutfi Robika". Artinya, "Ini semua adalah bagian dari kelembutan dan kasih sanyang Tuhanmu".
Mengapa Thoriq diselamatkan dari musuh dengan musuh?. Maksud dari pernyataan diselamatkan dari musuh dengan musuh adalah bahwa Thoriq diselamatkan dari cengkraman musuhnya yaitu sumur dengan musuhnya yaitu Syuhban atau ular besar. Semua ini karena bagian dari belas kasih Allah. Walaupun dia tidak berdoa dan tidak meminta pertolongan dari orang lain. Karena Thoriq sudah tawakal pada tingkatan Taslim. Tapi Allah menolongnya karena dia taslim dan yakin Allah mengetahui.
Nabi Ibrahim As pernah di lempar ditengah-tengah api oleh Namrud karena kalah berdebat. Raja Namrud memerintah rakyatnya agar alun-alun diisi dengan kayu dan dibakar dari 4 sudut sehingga api menyala. Ketika sudah membesar Nabi Ibrahim dilempar di tengah-tengahnya. Malaikat Jibril turun dan bertanya, "Dalam situasi seperti ini, apakah kamu tidak butuh apa-apa?". Nabi Ibrahim menjawab, "Tidak jika kepada kamu!". Jibril kemudian berkata, "Apakah perlu aku turunkan hujan agar memadamkan api ini, atau aku pangggil angin yang lebat agar api ini bisa segera mati?". Nabi Ibrahim menjawab, "Tidak perlu". Malaikat Jibril bertanya lagi, "Apakah kamu tidak butuh dengan Allah?". Nabi Ibrahim menjawab, "Jika dengan Allah aku butuh!". Malaikat Jibril kemudian menyuruh Nabi Ibrahim agar berdoa, akan tetapi Nabi Ibrahim enggan dan menjawab, "Aku enggan berdoa karena Allah sudah mengetahui keadaanku". Akhirnya api menjadi dingin:
يا نار كوني بردا وسلاما على ابراهيم
Bahkan ditengah api yang menyala ada minuman dan roti yang datang. Nabi Ibrahim merasa nyaman dan aman karena dicukupi oleh Allah segalanya. Sampai api mati dan Nabi Ibrahim keluar darinya dengan wajah yang bersinar yang tampan. Inilah contoh taslim, karena dalam cerita tersebut Nabi Ibrahim tidak meminta pertolongan kepada Jibril dan tidak berdoa kepada Allah. Beliau telah merasa cukup dengan pengertian Allah (Bi Ilmillah).
Beberapa hikayat tentang tawakal di tulis oleh Syakh Abdurahman al-Shofuri dalam kitabnya Nazaatul Majalis diantaranya adalah hikayat tentang burung. Dimana hewan dan makhkuq Allah yang paling tawakal adalah burung. Mereka tidak pernah menyimpan makanan. Jika butuh mereka mencari. Jika sudah kenyang makanan tidak disimpan. Imam As-Suhrowardi bercerita dalam kitabnya Awarifil Ma'arif bahwa Dzinun Al-Misri adalah wali Allah dan termasuk kelompok Rijalilalh. Kita apabila tersesat di Indonesia tidak akan kesulitan. Tapi apabila di Makah dan Madinah tersesat akan sulit karena tidak paham bahasa dan daerahnya.
Wali Rijalilah berpenampilan tidak pasti. Akan tetapi jika kita tersesat di Makah atau Madinah, cukup bilang Ya RijalaAllah Aghitsni, Aghitsni. Tahun 1990 ada peristiwa al-Muaisim atau teragedi terowongan Mina yang memakan korban 3000 an. Waktu itu saya haji dengan Ibu dan isteri. Saat itu kami berada di atas al-Ma'la. Terlihat satu ambulance yang membawa jenazah 16 orang. Saya yang berada di terowongan membawa dua wanita. Tangan kanan memegang ibu dan tangan kiri memegang isteri. Ketika saya melempar Aqobah saya janjian dengan orang Blitar yang bernama Hasan Sumali yaitu orang yang biasa "nderekaaken" saya. Saat itu kami janjian agar bisa diantar ke Makah. Dia adalah Muqimin di sana dan punya mobil sehingga kemana-mana bisa diantar. Saya tunggu sampai dhuhur tidak datang. Ternyata dia sedang ikut menolong orang-orang Blitar yang ada di terowongan tersebut.
Lalu ada orang berpakaian satpam. Pakai baju putih lengan pendek. Celana putih dan pakai sabuk hitam serta peci hitam. Langsung salam dan tanya, "Yai Djamal?". Saya jawab, "Iya, kok tahu?". Kemudian dia menjawab, "Wong saya orang jombang!, Mau ke Makah nopo?". Akhirnya dia memanggilkan bus. Padahal saat itu bus sedang penuh di atas dan di dalam. Tapi bus datang dengan hanya diisi sopir, satpam tadi yang mengaku bernama Abdurohman. Serta kami bertiga dan ditambah 2 orang madura. Hanya diisi 7 orang. Ketika akan saya bayar busnya tidak mau. Lalu bus itu masuk ke Babus Salam. Padahal saya tanya-tanya di sana tidak ada rute bus yang masuk Babus Salam. Saat perjalanan tidak terlihat orang sama sekali. Baru ketika berhenti terlihat banyak orang.
Ketika akan kembali dari Mina. Setelah mengantar ibu dan isteri Sa'i. Saya di pasar seng minum jus. Lalu ada 2 orang datang dan mengucap salam sambil bilang, "Kiai Djamal?!". Keduanya mengaku bernama Abdul Wahid dan Abdullah. Abdul Wahid mengaku sebagai dokter dan Abdullah sebagai ketua kloter. Rijalillah selalu mengaku namanya dengan Abdul. Dua orang itu kemudian menawarkan ke Maktab bersama. Kemudian saya diajak naik mobil. Sampai di Mina tidak terlihat orang. Ketika dijalan yang terlihat adalah rumput gajah. Padahal di sana tidak ada rumput gajah. Saya tanya kok lewat sini?. Katanya itu adalah jalan pintas. Saya tidak tanya-tanya karena gembira sudah sampai di maktab. Ketika pulang saya tanya ke Mbah Yai Abdul Djalil Tulungagung tentang siapa mereka. Kiai Djalil dawuh, "Mereka adalah Rijalul Ghoib".
Dzinun al-Misri (W.245 H) beliau termasuk wali Allah Rijalillah yang pekerjaannya pelesir-pelesir. Satu ketika beliau bercerita saat beliau keluar rumah untuk mencari rezeki, beliau melihat burung yang buta. Dzinun al-Misri berpikir, bagaimana dia mendapat rezeki?. Ternyata ketika sudah waktunya burung itu makan, dia akan diam dan bumi akan terbelah. Lalu keluar dari bumi 2 wadah. Satu untuk biji-bijian dan satu untuk air minum. Burung itu pun memakan biji-bijian dan minum dari air itu. Setelah dia kenyang, wadah itu masuk ke bumi kembali. Setelah Burung itu kenyang dia akan berjalan dan diikuti oleh Dzinun al-Misri. Beliau jadi paham bagaimana Allah memberi rezeki makhluqnya. Dan itulah contoh bagaimana tawakalnya burung.
Sahabat Anas bin Malik yang selalu ikut Kanjeng Nabi kemanapun. Mereka bertemu dengan jenis burung terotok (bahasa Nganjuk) yang buta. Biasanya hinggap di pohon kelapa atau pohon yang kering. Burung itu mematuk pohon dengan paruhnya. Nabi berkata, "Anas tahukah kamu apa yang diucapkan burung itu?". Anas menjawab tidak tahu. Kemudian Nabi menjelaskan bahwa burung itu sedang berdoa, "Ya Allah Engkau adalah Dzat yang adil, mata dan penglihatanku sudah Engkau ambil, sedang sekarang aku lapar!". Sejenak kemudian ada belalang yang terbang dan menempel di pohon yang sedang dicucuk. Akhirnya belalang itu dimakan. Setiap lapar ada belalang yang datang dan menjadi makanan burung tersebut. Setelah makan burung itu mematuk pohon kembali. Nabi bertanya lagi kepada Anas tentang apa yang dikatakan oleh burung. Anas tidak tahu. Nabi kemudian menerangkan bahwa burung itu sedang berkata:
من توكل على الله كفاه
Artinya : Barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah dia akan dicukupi oleh Allah.
Makna hikayat-hikayat ini adalah bahwa dalam segala hal jangan sampai kita pasrah kepada diri sendiri, pasrah kepada manusia, dan pasrah kepada makhluq. Tapi pasrahlah kepada Allah. Ketika usaha maka harus usaha. Mencari rezeki juga harus mencari rezeki. Buka warung, buka toko, bersawah dan sebagainya silakan. Tapi jangan pasrah dengan kemampuan sendiri. Keberhasilan harus kita pasrahkan kepada Allah. Seperti yang dikatakan oleh burung tersebut.
Imam al-Nasafi seorang Ahli Sejarah seperti Wahab bin Munabih, juga Imam Sya'bi. Beliau Imam al-Nasafi bercerita beliau menyaksikan adanya Allah yang menciptakan burung laki-laki dan perempuan jenis burung Bughost. Yaitu burung yang memiliki warna berwarna-warni. Burung itu satu pasang laki-laki dan perempuan. Mereka membuat sarang dan bertelur. Ketika keluar piyiknya (anak burung) ternayta warnanya kuning. Tidak sama dengan ayah dan ibunya yang memilki sayap warna-warni. Burung jantan kemudian menuduh isterinya yaitu si betina selingkuh. Karena wujud anaknya yang tidak sama dengan dirinya. Mereka pun bertengkar. Si betina kemudian terbang karena marah. Dan si jantan pun meninggalkan anaknya.
Si anak burung ditinggal sendiri. Padahal biasanya anak burung ketika makan akan disuapi oleh induknya. Tapi Allah welas dengan makhluqnya :
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى
ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا
ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
Allah kemudian menciptakan semut yang diberi sayap. Ketika anak burung lapar dan membuka mulutnya ke atas. Semut itu dijatuhkan ke dalam mulut anak burung. Allah ketika membuat makhluk pasti Allah mencukupi rezekinya. Oleh karena itu kita harus berikhtiar dan berusaha. Jangan sampai melakukan perkara yang tidak pantas dan tidak baik yaitu meminta-minta. Karena meminta adalah hal yang hina. Nabi sampai sumpah bahwa orang yang meminta untuk dirinya sendiri maka dia bertambah lama akan bertambah melarat. Tidak akan bisa kaya. Besok ketika menghadap Allah wajahnya tanpa daging dan berupa tengkorak.
Di dalam kitab Roudloh Royahin Fi Hikayatu Sholihin yang ditulis oleh Imam Al-Yafii terdapat cerita tentang Raja Harun al-Rosyid yang saat itu di Bagdad. Beliau tidak suka dengan orang yang tawakal tapi tidak bekerja. Yang dimaksud tawakal adalah seperti yang dikatakan Sayidina Umar bahwa harus tetap kerja tapi keberhasilannya dipasrahkan kepada Allah. Jika ada orang yang tawakal yang pada tingkatan khusus (taslim) yaitu orang-orang yang merasa tenang dengan janji Allah. Harun al-Rosyid tidak suka. Sehingga apabila ada orang yang tawakal model tersebut. Mereka ditangkap. Orang yang tawakal itu kemudian dipenjara. Tapi sebelum dipenjara Harun Al-Rasyid bertujuan untuk menyiksa tapi tidak berhasil. Sementara ketika di penjara orang itu tidak diberi makan.
Walaupun di penjara tapi setiap pagi orang itu berada di kebun yang indah. Akhirnya dilaporkan kepada Harun dan dipanggilah orang itu. Diatanyai siapa yang mengeluarkan kamu dari penjara?. Orang tawakal menjawab:
الذي أدخلني فيه
Artinya: "Yang mengeluarkanku adalah orang yang memasukan ku ke penjara"
Kemudian orang itu ditanyai lagi, "Siapa yang memasukanmu ke penjara?". Dia menjawab, "Dia adalah orang yang mengeluarkan aku ke penjara". Harun Al-Rasyid kemudian mengaku bahwa dia tidak mampu menyiksa orang yang bertawakal kepada Allah. Akhirnya Harun memberi perintah agar dicarikan kuda yang bagus dan dihias dengan pakaian yang indah. Kuda itu diberikan kepada Orang tawakal. Kemudian dia diperintah untuk keliling di jalan-jalan kota dan diikuti Harun Al-Rosyid. Dalam perjalanan ada yang bagian mengumumkan bahwa, "Ini adalah orang yang dikehendaki Harun al-Rasyid akan dihina tapi kenyataannya dimuliakan oleh Allah". Kemudian ada yang membaca syair yang artinya, "Jika Allah Ar Rohman menghendaki memuliakan hamba dengan kemuliannya maka tidak ada makhluq yang mampu menghinanya. Sebaliknya yang dihina oleh Allah maka tidak ada satupun yang memuliakannya". Sesorang yang dimuliakan Allah tidak akan ada yang bisa menghinanya. Akan tetapi barangsiapa yang dihina Allah tidak akan ada yang bisa menolongnya.
Pada satu saat kholifah mendengar ada dua orang yang berbeda. Satu orang berkata, "Aku adalah orang yang tidak akan ada rezeki yang datang kepadaku kecuali dengan cara bekerja ". Orang pertama ini adalah orang yang dalam tingkatan khasab (orang yang masih berusaha). Orang kedua berkata sebaliknya, "Rezeki akan datang kepadaku tanpa berusaha". Orang kedua adalah orang yang bertawakal di tingkatan khusus.
Berita ini sampai pada Raja dan ditanyai keduanya tentang kebenaran hal tersebut. Kedua orang itu akhirnya dipenjara. Serta pintunya dikunci dalam masa yang lama. Antara waktu satu bulan. Keduanya oleh Raja tidak diberi makan. Sampai waktu satu bulan dikeluarkanlah keduanya. Ternyata keduanya masih tetap sehat dan tidak tampak sakit. Oleh kholifah keduanya ditanyai. Orang yang mengaku tidak dapat rezeki tanpa bekerja ditanya, "Mengapa kamu tetap sehat dan tidak beruabah kamu makan apa?". Dia menjawab, "Aku berusaha dan diberi kekuatan oleh Allah bisa keluar dari penjara dan masuk dapurnya kholifah, aku ambil semampunya dan itu aku gunakan untuk makan satu bulan".
Sementara orang yang tawakal juga ditanyai, "Bagaimana kamu masih tetap sehat berada dipenjara?". Dia menjawab, "Aku bertawakal kepada Allah dan rezeki datang kepadaku, yang aku makan adalah yang diambil oleh orang itu". Dua orang itu kemudian dimuliakan oleh Kholifah. Satu orang yang pada tingkatan berusaha dan satu orang pada tingkatan bertawakal, keduanya dimuliakan. (*)
-Disarikan dari ngaji Hikam malam selasa oleh KH. Mohammad Djamaluddin Ahmad Tambakberas Jombang di Bumi Damai Al-Muhibbin
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Macam-macam Tawakal"