Ngaji Hikam Bab Mahabah (2)
Cinta kepada Allah dapat menimbulkan syauq atau rindu. Orang yang cinta kepada Allah pasti rindu. Sementara rindu ingin bertemu namanya Syauq. Ada contoh yang ditulis Imam Ghazali dalam kitab Ikhya'. Malaikat Izrail atau Malaikat Jurupati datang kepada Nabi Ibrahim Kholilullah. Nabi Ibrahim bertanya, "Izrail mau apa Kamu?". Malaikat Izrail menjawab, "Saya diutus Allah untuk mengambil ruh Panjenengan". Nabi Ibrahim kemudian matur, "Wahai Malaikat Maut, aku ini kekasihnya Allah, dan Allah adalah Kekasihku, apa ada seorang kekaksih yang membunuh kekasihnya?".
في الخبر المشهور : إنّ إبراهيم، قال لملك الموت إذ جآءه لقبض روحه (هل رأيت خليلا يميت خليله؟). فأوحى الله تعالى اليه : (هل رأيت محبا يكره لقاء حبيبه؟). فقال (يا ملك الموت الآن فاقبض) ~ هذه المحبّة تثْمر الشوق
Nabi Ibrahim, salah faham ketika
akan dijabut nyawanya. Sehingga Malaikat Izrail terdiam. Kemudian Nabi Ibrahim
diberi wahyu oleh Allah, "Ibrahim aku ini kekasihmu dan kamu adalah
kekasihku, apa ada kekasih yang tidak suka bertemu dengan kekasihnya?. Adanya
aku mencabut nyawamu adalah agar aku bertemu denganmu". Akhirnya Nabi
Ibrahim syauq, rindu kepada Allah karena mengetahui tujuan dijabut nyawanya
adalah agar bertemu kekasihnya yaitu Allah. Kemudian Nabi Ibrahim berkata
kepada Malaikat Izrail, "Wahai Malaikat Jurupati ambilah nyawaku".
Inilah contoh Mahabah yang menimbulkan Syauq kepada Allah.
Apa sebenarnya arti dari
mahabah?. Syekh Junaid yang wafat tahun 297 H pada hari Sabtu bulan Syawal.
Ketika beliau wafat orang yang takziyah dan menshalati luar biasa banyak, jika
dihitung ada sekitar 60.000 orang. Nama lengkapnya adalah al-Junaid bin
Muhammad bin al-Junaid Abu al-Qasim al-Khazas al-Qawriri al-Bagdadi.
Beliau punya paman dari ibu yang
bernama Syekh Sirri As Sitti yang kemudian menjadi gurunya. Syekh Sirri As
Sitti (W 251 H). Syekh Junaid berkata "al-Mahabatu Mailul Qulub".
Artinya "Mahabah adalah condongnya hati" Atau "Mencinntai Allah
dan mencintai apapun yang dimiliki Allah”. Termasuk sifat-sifat Allah. Termasuk
nama-nama Allah. Maka ada dawuh, "Barangsiapa yang mau menjaga atau
menghafalkan nama-nama Allah masuk surga". Orang yang hafal nama-nama
Allah dijamin masuk surga. Kenapa?. Karena mereka cinta kepada Allah. Maka dia
hafal nama-nama Allah. Jadi Mahabah menurut Syekh Junaid adalah cenderungnya
hati kepada Allah dan kepada apapun yang dimilki Allah.
Adalagi orang sufi yang mengartikan Mahabah bahwa "al-Mahabah al-Muwafaqah". Mahabah adalah "nurut". Muwafaqah artinya "nurut". Di dalam Quran dijelaskan :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
Artinya, “Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku".
Orang kalau suka pasti nurut.
Artinya nurut terhadap perintah-perintah Allah. Diperintah Jumatan, diperintah
haji, diperintah umrah, diperintah puasa, diperintah shadaqah dilaksanakan. Itu
namanya menurut. Apabila dicegah berhenti. Tidak dilakukan. Jadi ada yang
mengartikan Mahabah adalah "nurut".
Syekh Abu Abdillah Muhammad bin
Ali al Kattani. (Wafat di Makkah tahun 332 H). Beliau berkata "Al-Mahabah
al isaru lil Mahbub". Artinya, "Mahabah adalah mengalah kepada yang
dicintai". Jadi mahabah itu mengalah. Ada seorang Ibu yang sedang sakit.
Bersamaan dengan ibu yang sakit juga punya anak yang sakit. Sama-sama
membutuhkan biaya untuk kesembuhan. Tapi biayanya hanya cukup untuk orang satu.
Kalau anaknya yang berobat maka ibu tidak berobat. Kalau ibu yang berobat maka
anaknya tidak berobat. Itu biasanya Ibu mendahulukan anaknya. Karena Ibu
mahabah / mencintai anak. Namanya "Itsar", Mengalah kepada anak.
Itsar itu, kita sendiri butuh tapi mengalah dan diberikan kepada yang dicintai.
Ibu sakit, butuh biaya Rp.
50.000. Suaminya juga sakit juga butuh biaya Rp. 50.000. Tapi cuma punya uang
Rp. 50.000. Itu, kira-kira istrinya yang berobat atau suaminya yang berobat?.
Kalau suminya berkata "Buk, Kamu saja yang berobat, aku tidak usah
berobat!". Itu berarti suaminya sangat mencintai istri. Tapi kalau
suaminya bilang "Buk, Saya saja yang berobat, Kamu jangan!". Itu
berarti suaminya tidak cinta kepada istrinya.
Tapi kalau Istrinya bilang
"Mas, saya sakit tidak apa-apa, uangnya Rp. 50.000 pakailah untuk
berobat". Itu berarti istri sangat mencintai suami. Ini namanya mahabah
dengan mengalah. Itsar, yaitu dia sendiri sebenarnya membutuhkan tapi mendahulukan
yang lain daripada dirinya sendiri. Maka, orang yang cinta kepada Allah itu
"ngalah". Contoh, seharusnya waktu sekarang ini adalah waktu panen.
Tapi sekrang ini, juga waktu Jumatan. Ini seharusnya Jumatan apa panen?. Karena
sekarang itu banyak sekali karena panen akhirnya tidak Jumatan.
Sewaktu masih muda saya dalam
satu bulan khutbah sampai 9 Masjid. Di satu desa, saya tanya "Pak
Jumatannya kok sepi Pak?". Orang desa jawab, "Tandur Yai". Nah,
tandur itu berarti menggunakan waktu untuk dirinya sendiri. Berarti tidak
mencintai Allah. Tidak taat terhadap perintahnya. Apalagi mencintai.
Suatu saat di desa itu lagi, saya
tanya "Pak, kok sepi Pak, nggak ada separo kemana?". Dijawab
"Panen Yai". Suatu saat di desa itu lagi. "Kok sepi Pak?".
Jawabnya "Mepe Pari Yai, khawatir padinya kehujanan". Jadi Allah itu
kalah. Padahal kalau orang mendahulukan melayani Allah, oleh Allah diilayani.
Kalau kita nurut kepada Allah, Allah menurut.
فاذكروني اذكركم
Kalau kamu semua ingat aku, aku
akan mengingatmu. Hatim al Ashom punya murid namanya Hamid al-Afah, seorang
petani kecil. Sawahnya tidak luas (1 kedok). Alat untuk menggarap sawah dan mengangkut
hasil bumi adalah khimar. Rumahnya sederhana dan aktif beribadah kepada Allah. Suatu saat diuji Allah, nge-pasi hari Jumat,
khimarnya hilang. Kalau dia mencari khimar maka jumatannya hilang. Apabila
Jumatan maka khimarnya yang hilang.
Kedua diuji Allah, ketika giliran
untuk "ngelepi banyu" atau mengairi sawah pas ketika waktu Jumatan.
Kalau ditinggal jumatan, maka sawahnya tidak terairi, tidak panen. Tapi kalau
mengairi sawah, maka tidak Jumatan. Ketiga di uji Allah, bahan makanannya
tinggal 1 "glangsing" gandum dan sudah diangkut untuk digiling.
Tengah-tengah digiling dan belum selesai datang waktu Jumatan. Kalau nunggu
penggilingan selesai berarti Jumatannya hilang. Kalau Jumatan mungkin gandumnya
yang hilang.
Dia bingung, ini khimar hilang
pas hari Jumat, ngepasi ngelepi sawah hari Jumat, menggiling gandum belum
selesai juga hari Jumat. Apa baikya aku tidak jumatan sekali-kali ya?. Biar aku
ngurusi sawah, gandum, dan khimar. Atau semua aku serahkan kepada Allah biar
aku bisa Jumatan?. Akhirnya dia menemuka ayat :
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ
وَأَبْقَىٰ
Artinya, apakah kamu semua memilih kehidupan dunia?. Padahal
akhirat lebih bagus dan lebih kekal.
Setelah menemukan ayat ini dia
memilih akhirat. Karena akhirat lebih bagus dan kekal. Kemudian berangkat
Jumatan. Semua (Khimar, Sawah dan Gandum) dipasrahkan kepada Allah. Ketika
pulang dari Jumatan dia tidak langsung ke rumah tapi ke sawah dulu. Ternyata
sawahnya sudah penuh air. Kaget, kok bisa?. Terus pulang. Belum sampai rumah.
Bau bakaran roti. Sampai di rumah istrinya bakar roti dan ditanya, "Dek,
kamu bakar roti, gandum dari mana?. Istrinya menjawab "Tetangga sebelah
tidak jumatan Mas, dia lebih mementingkan gilingan gandum, akhirnya pulang,
sambil membawa gandum yang dikira miliknya. Sampai rumah, glangsingnya dilihat
ternyata ada namamu. Yang dibawa pulang itu kliru. Ternyata gandum Jenengan.
Kemudian diantar ke sini (rumah).
Kemudian dia melihat-lihat
kandang. Khimarnya sudah ada di kandang. Kemudian tanya kepada istrinya,
"ceritanya khimar itu bagaimana Dek?". Kemudan istrinya menjawab,
"Tadi waktu saya bakar roti Mas, ada orang mengetuk pintu, kemudian saya
buka dan tidak ada orang. Kemudian mataku memandang jauh. Khimar Panjenengan
itu lari karena diuber oleh harimau. Kemudian pintu saya buka, khimarnya masuk,
dan macannya berhenti seraya "mantuk-mantuk" kepadaku lalu pergi.
Kemudian bertanya lagi kepada
istrinya, "Lalu cerita sawah kok penuh dengan air bagaimana Dek?".
Isterinya menjawab, "Itu ya karena tetangga sebelah yang tidak Jumatan,
dia menunggu air di gubuk, karena nunggu air lama dan tidak datang-datang, dia
ketiduran. Akhirnya ketika air datang dia tidak tahu kalau pematangnya bolong
dan mengairi sawah Panjenengan, maka penuhlah sawah Panjenengan".
Alhamdulillah, orang itu kalau
memperhatikan Allah, diperhatikan oleh Allah. Tapi kalau tidak memperhatikan
Allah ya tidak diperhatikan. Itu baru masalah perhatian, belum sampai masalah
cinta. Jadi mahabah itu manut dan mendahulukan yang dicintai dari diri sendiri.
Begitu pula kita kalau malam. Kita butuh tidur. Tapi juga butuh tahajud. Nah,
itu kita mendahulukan diri sendiri apa mendahulukan tahajud Allah?. Maka kalau
mahabah pasti malam itu bangun dan shalat tajajud kepada Allah.
Ada orang yang memiliki Mahabah yang menimbulkan syauq
seperti Nabi Ibrahim. Ada seorang murid dari Dzinun al-Misri, nama lengkap dari
Dzinun al-Misri adalah Abu al-Faid Dzinun bin Ibrahim al-Misri (W.245 H/ Abad
ke 3 H). Beliau termasuk wali rijalillah (wali yang bagiannya menolong
hamba-hamba Allah yang membutuhkan pertolongan).
Dzinun al-Misri punya murid
namanya Said Bin Ustman. Said bercerita, "Pada suatu saat aku mendampingi
guruku Dzinun al Misri dalam perjalanan di padang belantara bani israil. Padang
belantara Bani Israil Itu satu tempat yang digunakan untuk maksiat oleh
masyarakat. Ketika melintasi tampat itu, tampak muncul ada seseorang yang
datang. Belum jelas apakah laki-laki atau perempuan. Kemudian Said bin Usman
matur kepada Dzinun Al-Misri "Wahai Guru, ada orang yang muncul".
Dzinun al-Misri dawuh "Coba perhatikan, tidak ada orang yang berani
menginjakkan kaki di bumi ini kecuali orang yang shidiq". Kemudian oleh
Said bin Usman diperhatikan ternyata orang yang datang adalah perempuan.
Langsung Dzinun al-Misri berkata "Shidiqatun wa Rabbi al-Ka'bah” yang
artinya, “Itu pasti adalah orang perempuan yang shidiq demi Tuhan Ka'bah
(Allah)”.
Kemudian Dzinun al-Misri
mendekati perempuan itu dan berkata salam, "As-salamu alaik ya
AmataAllah". Setelah menjawab salam. Perempuan itu berkata, "Orang
laki-laki tidak boleh omongan-omongan dengan orang perempuan". Padahal
Dzinun ingin ngomong dengan perempuan tersebut. Kemudian Dzinun berkata, "Sungguh
aku adalah saudaramu, namaku Dzunun, saya ini bukan termasuk orang yang
dicurigai". Akhirnya Diznun bertanya kepada perempuan itu, "Apa yang
mendorong kamu di sini (di padang blantara Bani Israil yang digunakan tempat
maksiat?". Orang perempuan menjawab, "Karena ada ayat Allah:
أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ
وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ
Dzinun berkata, “Apakah bumi
Allah itu tidak luas?. Sehingga kamu mau berhijrah ke sana?". Perempuan
itu berkata lagi, "Setiap aku masuk di tempat, dimana tempat itu digunakan
maksiat, aku tidak dilarang Allah menetap di situ, asalkan dengan menggunakan
hati yang selalu mahabah kepada Allah, dan hati yang selalu syauq rindu kepada
Allah".
Artinya perempuan itu bertempat
diamana saja boleh, asalkan cinta dan rindub kepada Allah. Kemudian Dzinun
berkata kepada perempuan itu, "Maukah Kamu mencontohkan hal itu kepada
saya (mencontohkan cinta kepada Allah yang mendalam dan selalu rindu
kepadaNya)?". Perempuan itu menjawab, "Iya, mahabah itu ada dua
tingkatan, ada awalnya dan ada akhirnya, Awalnya hati membara untuk
menyebut-nyebut nama Allah, dan tidak menyebut yang lain, sehingga lisan terus
menyebut nama Allah. Kemudain yang akhir, apabila seseorang telah melewati itu
sampai puncaknya, maka dia akan "wujdu" (tidak sadarkan diri). Karena
tenggelam di dalam tauhid”. Kemudian setelah mengucapkan itu perempuan tersebut
menjerit. Dalam jeritannya dia menjeritkan 3 bait syair :
احبك حُبَيْنِ حُبَ الهَـوىٰ
وحُبْــاً لأنَكَ أهْـل ٌ لـِذَاك
فأما الذي هُوَ حُبُ الهَوىٰ
فَشُغْلِي
بذِكْرِكَ عَمَنْ سـِواكْ
وامّـا الذي أنْتَ أهلٌ لَهُ
فَلَسْتُ أرىٰ
الكَوْن حَتىٰ أراكْ
Artinya : “Aku mencintai kamu ya
Rabbi dengan dua cinta. Satu "Hubbu al-Hawa" adalah Cinta Hawa. Yang
kedua adalah cinta, hanya kamu yang tahu. Adapun yang disebut dengan Cinta
Hawa, aku menyebut-nyebut namamu. Tidak menyebut yang lain. Yang kedua adalah
Hubb, dimana tidak ada yang tahu. (hubbul wajdi). Orang yang "hubb
wajdi" biasanya itu tidak sadar. Karena dibuka oleh Allah tampak apa-apa
yang dimilki Allah. Dibuka Allah bisa melihat sifat-sifat Allah. Bisa mihat
dzat Allah”.
Kemudian setelah membaca 3 bait
syair tersebut perempuan itu menjerit dan meninggal karena cinta dan rindu
kepada Allah. Ini namanya mahabah yang menimbulkan syauq dan wujdu. Wujdunya
orang sekarang terkadang ketika wiridan menjerit dan "semaput". Itu
namanya wujdu. Tenggelam dalam mahabah Allah. Banyak sekali orang sufi ketika
wiridan wujdu (*)
-Disarikan
dari Ngaji Hikam setiap Malam Selasa oleh KH. Mochammad Dajamaluddin Ahmad di
Bumi Damail Al-Muhibin Tambakberas, 19 Maret 2018
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Mahabah (2)"