Ngaji Hikam Bab Mahabah (4)
Diceritakan ada seorang laki-laki menyatakan rasa cintanya kepada Nabi, "Ya RasulaAllah, sungguh aku mencintai Engkau". Kemudian Nabi menjawab cinta orang tersebut dengan berkata, "Bersiap-siaplah jadi orang fakir". Orang tersebut kemudian menyatakan cintanya kepada Allah dihadapan Nabi. Rasulullah kemudian berkata, "Bersiap-siaplah atas ujian Allah".
يُروي أنٌ رجلاً قال : "يا رسول الله إنِّي أحبُّك". فقال : "إستعدَّ للفقر". فقال: "إنِّي أُحبّ الله". فقال:" استعدّ للبلاء". (أُخرجه الترمذيّ من حديث عبد الله بن مغفّل). [هذه المحبّة تثمر الرّضا بحكمِ اللهِ
Orang kalau cinta kepada Nabi, berarti cinta dengan apa yang dicintai nabi. Mengaku cinta kepada nabi, tapi tidak cinta dengan apa yang dicintai nabi, itu cintanya berarti palsu. Orang kalau cinta dengan seseorang harus cinta dengan apa yang dicintai orang itu. Ada seorang murid punya guru. Gurunya seorang Kiai. Murid mengaku mencintai gurunya. Pengakuan ini tidak shohih dan tidak benar kalau belum mencintai apa yang dicintai gurunya. Jadi kalau mengaku cinta dengan guru harus cinta dengan putra-putranya guru, dengan cucu-cucunya guru, dengan apa yang dicintai gurunya, maka itu dinamakan benar-benar cinta kepada guru. Banyak orang mengaku cinta kepada gurunya tapi tidak suka dengan anak-cucunya guru. Itu berarti belum mencintai guru yang sesungguhnya. Jadi harus benar-benar mencintai apa yang dicintai gurunya. Lebih-lebih orang thariqah.
Dalam riwayat di atas ada seorang
yang mengaku mencintai Rasulullah dengan berkata, "Ya Rasulallah aku
mencintai Engkau". Nabi kemudian menjawab jika kamu mencintai aku
siap-siaplah jadi fakir karena nabi suka dengan orang fakir. Nabi tidak suka
kekayaan. Padahal kalau nabi mau bisa saja Gunung Uhud menjadi emas, maka jadilah
emas. Gunung Semeru jadi berlian jadilah Berlian. Semua itu sudah dipasrahkan
Allah kepada Nabi. Bumi dan langit seisinya, Tapi nabi tidak mau.
Ketika Nabi diberi hadiah oleh
Habib bin Malik, berupa berlian, mutiara, uang emas, sampai diangkut 5 unta.
Oleh Nabi di bawa naik ke Jabal Abi Huabis. Barang yang berupa berlian mutiara
dan uang emas-perak, dikatakan kepada barang-barang itu, "Jadilah pasir!".
Hal yang demikian apakah kita bisa meniru?. Kalau mengaku cinta kepada nabi
harusnya seperti itu. Cintanya sejati. Cinta kita kepada Nabi baru sebatas tindakan
Nabi saja. Belum betul-betul mencintai nabi.
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله
Artinya, “Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka ikutilah
aku (Muhammad)”.
Jika kita mencintai Nabi Muhmmad
maka Kita harus mengikuti syariatnya. Nabi sholat jumat maka kita juga jumatan.
Nabi jaamaah Kita jamaah. Nabi suka fuqara-masakin kita juga suka
Fuqara-Masakin. Nabi sayang anak yatim kita ikut sayang dengan anak Yatim. Kita
baru sampai mengikuti syariat dan belum benar-benar mencintai dengan
sesungguhnya.
Kalau cinta sesungguhnya kepada
Nabi, berarti mengikuti sampai pada sifat-sifat Nabi. Nabi kalau doa, "Ya
Allah, Jadikan aku hidup miskin, jadikan jika aku mati, mati miskin, dan
kumpulkanlah aku dengan orang-orang miskin". Maka ketika ada orang yang mengaku cinta
kepada Nabi, kemudain Nabi berkata "Siap-siaplah jadi orang miskin".
Kemudian orang laki-laki itu berkata, "Aku mencintai Allah". Lalu
Nabi dawuh "Kalau mencintai Allah, siap-siaplah untuk diuji Allah".
Karena Allah jika mencintai seseorang maka akan diuji olehNya.
اذا أحب الله عبدا ابتلاه فإن صبر إجتباه ، وإن رضى إصطفاه
Allah kalau mencintai hambanya
pasti diuji. Ibaratnya kalau orang suka dengan emas akan dibakar dan
dilelehkan. Apakah ini emas murni atau campuran. Makanya orang yang paling
berat ujiannya adalah Rasul, Nabi dan Wali. Karena mereka adalah orang yang paling
dekat dengan Allah.
Syekh Junaid Al-Bagdadi (W. 297
H) yang dirawat oleh pamannya yang bernama Syekh Siri al Sibti (W. 251 H) yang
merupakan adik dari ibunya dan kemudian menjadi guru Syekh Junaid. Pada malam
hari Syekh Junaid dan Syekh Siri shalat malam. Setelah itu tidur. Kemudian
syekh Siri bangun lebih dulu dan membangunkan Syekh Junaid. Lalu Syekh Siri
bercerita kepada Syekh Junaid. “Junaid Aku baru saja bermimpi ketemu Allah.
Dalam mimpiku Allah dawuh, ‘Siri, Aku membuat makhluk, semua makhlukku mengaku
mencintai Aku. Lalu aku membuat dunia, ketika aku membuat dunia, makhluku lari
dariku 90% dan mereka mencintai dunia. Tinggal hanya 10%. lalu Aku membuat
surga, ketika aku membuat surga mereka lari lagi 90 % dari sisa, tinggal 10%
dari sisa. Lalu aku membuat neraka, ketika aku membuat neraka, lari lagi 90%
dari sisa, dan tinggal 10%. Lalu aku membuat "cobaan" ketika aku
membuat cobaan lari lagi 90 % tinggal 10 %. Tinggal 10 % dari sisa.
Untuk lebih mudah memahami, coba
buat hitungan contoh 100.000 orang. 100.000 orang semua mengakui mencintai aku.
Ketika semua arwah wujud. Allah bertanya:
ألست بربكم قالوا بلى شهدنا
Semua mengaku mencintai Aku
(Allah). Kemudian aku ciptakan dunia. Ketika Allah membuat dunia dan mereka tahu dunia, mereka lari 90% dari
100.000, tinggal 10.000. Ketika Allah membuat surga lari lagi 90% nya yaitu
9.000, tinggal 1.000. Setelah Allah membuat neraka, mereka lari 900 tinggal
100. Akhirnya Allah membuat ujian atau balak. Ternyata lari lagi 90% dari 100
yaitu 90 orang. Tinggal 10 orang. Kemudian 10 orang itu tanyai oleh Allah,
"Kamu tidak suka dunia?, Tidak suka surga?, Tidak cinta selamat dari
neraka?, Tidak suka selamat dari cobaanku?”. Mereka menjawab, "Mboten".
Lalu Allah bertanya lagi, "Lalu Kalian ingin apa?”. Mereka menjawab,
"Panjenengan lebih mengerti". Lalu Allah berkata, "Kamu mau aku
berikan cobaan, yang jumlah cobaannya sejumlah nafasmu?". Kemudian mereka
menjawab "Kalau Panjenengan menghendaki, Silakan Gusti". Inilah
hamba-hamba Allah yang sebenarnya.
Sekarang coba kita "Gerayahi"
sendiri-sendiri. Kita ibadah itu buat apa?. Masih ingin surga dan masih ingin
selamat dari neraka. Ini berarti kita belum mencintai Allah. Jadi seseorang
kalau cinta Allah akan dicoba, dan kalau cinta Nabi siap-siap jadi orang fakir.
Padahal kita shadaqah 20% dari harta kekayaan saja tidak berani. Rata-rata
shaqah 10 %, dibawahnya 5 %, 1%. Contoh kalau kita nyemplungi kotak amal itu
berapa?. "Ngesaki" berapa?. Yang dimasukkan kotak amal berapa?. Hanya
Rp. 2000 yang "lungset" itu, padahal di saku ada uang Rp.1jt. Maka
kalau mengaku cinta Allah, siap-siaplah untuk diuji. Ujiannya pun berat. Kadang
diuji sakit, diuji melarat, dan diuji kesulitan.
Ujian kaya itu juga berat. Kaya
itu berat sekali. Orang kaya kalau kuat diuji oleh Allah pasti dermawan. Tidak
digunakan sendiri. Bupati Tuban, Pak Huda itu Ikrar di hadapan saya, "Yai
bondo kulo yang saya buat untuk keluarga 10%, yang 90% nya saya gunakan untuk
umum". Makannya rumah sakit, pondok dibangun sendiri. Jarang yang bisa
seperti itu. InsyaAllah kalau bisa seperti ini nggak akan dikasih rompi yang
ada tulisannya tahanan. Ini namanya Mahabah yang menimbulkan rasa ridla kepada
Allah.
Keterangan Tentang Ridla
Definisi Sabar itu sanggup
menelan barang pahit tanpa cemberut. Kuat menerima yang pedih dan tidak enak, serta
hatinya tidak "ngersulo", maka itu dinamakan sabar. Kalau ridla,
ditambah satu lagi yaitu merasa nikmat dengan ujian itu. Karena merasa nikmat
dengan ujian itu, dia lebih suka kalau cobaan itu tidak dijabut oleh Allah.
Imran bin Khusoyin sahabat yang
dekat sekali dengan nabi. Suatu saat diuji Allah sakit diare (jawa: mencret),
sampai tidak kuat berdiri dan duduk. Karena tidak kuat berdiri dan duduk, maka
dibawah "amben"-nya dilubangi. Jadi kalau berak di situ. Bersuci juga
di situ. Diare kok sampai seperti itu. Itu karena diare nya 30 Tahun. Kita
kalau menceret hanya 3 hari sudah "lemes".
Ketika adiknya sambang menangis
melihat sang kakak. Ditanya, “Dek kenapa menagis?”. Dijawab, “Tidak tega lihat
Sampean”. Imran bin Khusoyin berkata, "Jangan nangis ya Dek, aku sendiri
meminta kepada Allah, sakitku seperti ini jangan dihilangkan dan jangan di
kurangi, akan aku beritahu Engkau satu kabar tapi jangan katakan kepada siapa-siapa
selagi aku masih hidup!, Karena Aku dicoba seperti ini, setiap hari aku
disambangi oleh malaikat". Pada akhirnya Imran bin Khusoyin wafat. Setelah
wafat baru cerita tersebut diceritakan oleh adiknya. Ini namanya orang ridla
ketika diuji. Orang ridla kalau dicoba merasa nikmat.
Pengertian ridla menurut para sufi
kebanyakan berupa ungkapan yang berbeda-beda tapi memiliki maksud yang sama.
Syekh Junaid al-Bagdadi (W.297 H) mengatakan, "Ridla adalah tidak memilih
untuk dirinya sendiri". Kalau kita masih memilih sesuatu untuk kita dengan
doa, "Ya Allah saya milih waras, Ya Allah saya sugih kaya, Ya Allah saya
milih pinter". Itu namanya memilih. Kalau orang ridla tidak memilih. Tergantung
pada "kersane" Allah. Patuh dan tunduk dengan kehendak Allah.
Al Kharis al Muhasiby (W. 243 H) hidup
pada abad ke III, beliau memberi pengertian ridla adalah ketenangan hati di
bawah keputusan Allah. Hampir sama dengan definisi dari Syekh Junaid yang
mengatakan patuh dan tunduk sedangkan Haris berkata, "Ketenangan hati di
bawah keptusan Allah". Dzinun al Misri (W. 245 H) mengartikan ridla adalah
gembiranya hati dengan berjalannya kepastian Allah. Hanya bahasanya yang
berbeda, maksudnya sama. Ruwaim bin Ahmad (W.303 H) mengatakan ridla adalah
menyikapi keputusan-keputus Allah dengan senang hati. Keterangan tersebut juga sama
juga.
Pengembangan
Penjelasan
Ada seorang Fuqaha juga Sufi,
namanya Sufyan al Tsauri (W.161H) guru dari Imam Malik bin Anas. Imam Malik
juga punya guru yang bernama Nafi’, Nafi’ punya guru namanya Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Umar gurunya adalah Rasulullah. Imam Malik malik berguru Fiqh
kepada Nafi’ dan berguru thariqah kepada Sufyan al-Tsauri. Sufyan al-Tsauri
pernah bertemu dengan Rabiah Adawiyah (W. 135 H), yang terkenal sebagai
perempuan yang Ahli Makrifat murid dari Hasan al-Basri (W.110 H). Robiah
Adawiyah itu derajatnya sudah sampai bab ridla dan diridlai Allah. Jadi sudah
bisa memadukan antara ridla dengan Allah dan diridlai oleh Allah.
Suatu saat Sufyan al Tsauri berdoa disamping Robiah
al-Adawiyah, doanya, "Ya Allah rodlai lah aku". Kemudian Robiah
Adawiyah terdengar dan menegur Sufyan Al-Tsauri, "Sufyan, apa kamu tidak
malu?, Kamu minta diridlai Allah, tapi kamu sendiri tidak ridla kepada Allah?”.
Kita sering membaca atau
mendengar sebutan Abu Bakar, Umar bin Khatab, dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani
dengan dimintakan ridla yaitu RadliyaAllhu anhu. Kita berdoa minta kepada Allah
untuk diridlai, karena mereka sudah ridla kepada Allah. Ridla kepada Allah itu
bagaimana yaitu diberi melarat ridla, diberi sakit ridla, dan dibleki
cobaan tetap ridla. Suatu saat, Robiah Adawiyah bertemu dengan seorang yang
bernama Sayban Al Jamal al-Rakhi. (Basayban, Sayid Sulaiman itu namanya
Sulaiman Basayban, Sidoresmo namanya Ali Asghar Basayban, Ali Akbar Basayban,
itu karena keturunan Syaiban). Sayban Al-Jamal adalah serorang pegembala
kambing.
Sayid Sulaiman punya ayah namanya
Sayid Abdurohman Basayiban Hadralmaut bin Umar Basayban, bin Ahmad Basayban,
bin Muhammad Basayban, bin Abu Bakar Basayban, bin Muhammad Sa'dullah, bin
Hasan, bin Ali, Bin Muhammda al Faqih, bin Ali al Muqadam, bin Muhammad, bin
Ali Khalq Qasam, bin Ali Alwi, bin Muhammad, bin Ubaidillah, bin Ahmad al
Muhajir, bin Isa al Rumi, bin Mubammad an Naqin, bin Alwi al Quraidi, bin
Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abdidin, bin Khusain bin Fatimah binti
Rasulillah SAW. Jadi Sayid Sulaiman kalau lewat ayahnya dari Nabi turun 27.
Kalau dari ibunya dari Sunan Ampel turun 26. Itu namanya Sulaiman Basayban.
Dalam riwayat tersebut disebutkan
seorang bernama Sayban al-Jamal. Beliau setiap tahun haji. Pada suatu saat
Robiah Adawiyah berjalan bertemu dengan Sayban. Kemudian Rabiah matur kepada
Sayban "Aku ingin haji". Kemudian Syaiban menerogoh saku mengambil
uang dinar, dan diberikan ke Robiah Adawiyah. Kemudian tangannya Robiah Adawiyah
diangkat ke atas, lalu tangannya penuh dengan uang emas. Dan berkata, "Aku
tidak butuh itu, Kamu mengambil uang masih dari saku. Tapi aku mengambil uang
tinggal menadahkan tangan, mengambil dari alam ghaib, Aku g butuh itu".
Akhirnya keduanya berangkat haji bersama-sama tawakal kepada Allah tidak
membawa bekal.
Robiah Adawiyah pernah menanam
gandum. Orang sepertiRobi’ah hanya dengan menengadahkan tangan uang sudah
datang, tapi masih bekerja. Dia lebih suka yang di makan adalah dari keringat
sendiri. Banyak yang bisa seperti itu, ada Sahal bin Abdillah As tustari,
(Lahir 200- Wafat 283) itu kalau menunjuk ketikil jadi intan, batu bata
ditumpuk ditunjuk jadi emas. Tapi tidak suka, yang dimakan hasil keringat
sendiri. Ini bisa diambil teladan. Walaupun bisa dengan cara hanya menengadah
uang datang. Tapi masih suka makan dari keringat sendiri. Begitu juga Ibrahim
bin Adham.
Tanaman gandum Robiah Adawiyah,
ketika akan panenz banyak penyakit datang yang berasal dari belalang. Kemudian
Robiah Adawiyah matur kepada Allah, "Ya Rabbi, gandum itu sebagai
persiapan makan saya, rizki saya. Tapi juga terserah Panjenengan, apakah gandum
ini Jenengan berikan kepada musuh Jenengan, apa kepada kekasih Jenengan,
monggo". Ini namanya ridla dengan keputusan Allah. Begitu berdoa, belalang
hilang seketika.
Robiah Adawiyah haji ketika haji
naik unta, padahal apabila Robiah Adawiyah haji dengan cara melipat bumi itu
bisa. Seperti gurunya Hasan Al Basri, rumahnya Basrah tapi setiap waktu pasti
jamaah di makah. Itu namanya Thayul Ardi atau melipat bumi. Sama dengan Sayban
al-Jamal tadi. Tapi mereka lebih suka berjalan, karena banyak pahalanya.
Seharusnya jamaah ini juga seperti itu. Jamaah yang dekat dengan yang jauh
pahalanya banyak yang dari jauh.
Di Jawa ada Mbah Ishamuddin Al
Asyari Tuban dan Pakubuwono IV Ratu Solo. Pakubuwono IV Ratu Solo, dipasrahi
untuk menyalakan damarnya Makkah. Jadi sebelum jamaah magrib, satu langkah
sampai makah. Setelah Jamaah magrib pulang ke Solo lagi. Nanti sebelum Shubuh
satu langkah sampai Makah untuk mematikan damar. Mbah Ishamudidin Asyari itu
kalau dhuhur, nanti Asar sudah datang.
Tapi Robiah Adawiyah tetap naik
unta. Kemudian selesai haji pulang karena rumahnya berada di Basrah. Di
perjalanan untanya mati. Kemudian dia berdoa kepada Allah agar untanya dihidupkan.
Setelah berdoa, untanya hidup lagi. Setelah hidup mengantarkan Robiah sampai di
depan pintu. Setelah sampai di depan pintu rumah untanya mati lagi. Jadi diberi
kesempatan hidup untuk mengantarkan Robiah Adawiyah.
Suatu saat Robiah Adawiyah tidur.
Ketika tidur ada maling masuk rumahnya. Pakaiannya Robiah dikumpulkan dan
dibungkus, mau dibawa. Ketika akan pergi pintunya tidak kelihatan. Bingung,
Akhirnya ada hatif (suara tanpa rupa), "Pakaianya letakkan, setelah itu
kamu bisa mengetahui pintunya". Setelah mengetahui letak pintunya,
pakaiannya Robiah diambil lagi dan akan dibawa. Tapi pintunya hilang lagi. Hal
itu terjadi berkali-kali. Lalu Hatif-nya berkata "Kalau Robiah itu tidur,
tapi kekasihnya tidak tidur, kekasihnya Robiah tidak mengantuk dan tidak
tidur". Itu adalah Hatifnya Robiah yaitu Allah. Itu berarti Allah mahabah
kepada Robiah dan Robiah mahabah kepada Allah. Mahabah yang sempurna adalah
jika Hamba mencintai Allah dan Allah mencintai hamba.
Sufyan As Tsauri pernah haji. Di
Makah bertemu dengan anak muda. Anak muda itu ketika di Arafah hanya baca
shalawat. Ketika Tawaf di Masjidil Haram, juga hanya baca shalawat, tidak baca
doa Tawaf. Ketika Sa'i di Sofa dab Marwa juga hanya membaca shalawat. Kemudian
ditanya oleh Sufyan, "Wahai anak muda, tiap-tiap tempat ada doa
tersendiri, semestinya di Arafah ada doa tersendiri, waktu Tawaf, dan Sa'i ada
doanya tersendiri. Kamu kok nggak baca doa dan hanya membaca salawat, apa kamu
punya cerita?". Pemuda itu balik bertanya "Kamu siapa?". Sufyan
menjawab "Aku, Sufyan as-Tsauri". Pemuda kemudian mereuskan,
"Owh, Sufyan al-Tsauri al Bagdadi al Iraqi?". Sufyan menjawab
"Iya!".
Anak itu kemudian berkata
"Kalau tidak kamu yang bertanya, aku tidak akan bercerita, karena ini
rahasia". Sufyan bertanya "Apa rahasianya?". Pemuda bercerita
"Saya haji dengan Bapak berangkat lewat Khurosan, kemudian lewat Kuffah,
sampai Kuffah bapak sakit dan meninggal, ketika meninggal hanya saya tutupi
sarung, akhirnya saya susah sekali, saya buka wajah bapak jadi menghitam, dan
wajahnya Bapak menjadi wajah khimar. Kemudian saya menangis, Bagaimana aku
memberitahu kepada teman kalau kondisi bapak seperti ini?. Kemudian saya hanya
menangis dan tertidur. Di dalam tidur aku bertemu dengan orang tampan,
menggunakan pakaian yang bersih, dan aromanya wangi, kemudian orang itu membuka
wajah bapak, mengusap wajah bapak sehingga wajah bapak bercahaya seperti
rembulan dan jadi wajah manusia. Lalu saya gandoli bajunya dan saya tanya, Kamu
siapa?. Aku adalah Nabimu, Muhammad al-Mustofa".
Loh Panjenengan kok memperhatikan
Bapak?. Nabi menjawab, "Iya Malaikat yang aku percayai untuk menjaga amal,
bercerita kepadaku bahwa bapakmu Mati dalam keadaan seeprti ini, Bapakmu itu
ahli dosa, orang yang ahli dosa kalau mati wajahnya diganti wajah khimar, mungkin
di akhirat mungkin di dunia, bapakmu ini diganti wajah khimar ketika di dunia.
Anak muda kemudian bertanya, Kok
Jenengan tolong Bapak kenapa?. Nabi menjawab "Iya, karena Bapakmu setiap
akan tidur membaca shalwat kepadaku 100X". Shawawnya ditiru dosanya jangan.
Kemudian pemuda itu bertanya, "jenengan wasiat apa kepada saya?. Nabi
menjawab "sekarang kamu kalau haji, setiap langkah perbanyaklah membaca
shalawat kepadaku".
Ketika Sufyan mau haji bertemu dengan Sayban al-Ro'yi, yang mengembala kambing dan dipandang sebagai orang hina dan kurang penghormatan. Kemudiaan oleh masyarakat Sayban ditangkap dan dibuang ditengah-tengah singa. Agar Sayban dimakan oleh singa. Ternyata singa malah mengendus-endus, dan punggungnya diusap oleh Sayban Al-Djamal. Singanya tunduk kepada Sayban.
Ketika Syaiban dan Sufyan berjalan ada singa besar datang. Sufyan takut dan bingung tapi Sayban tenang dan menjinakkan singanya. Kemudian Syaiban bilang "apabila aku tidak takut terkenal, Singa itu aku beri surban aku naik di atasnya satu kedipan sudah sampai Makah".
Suatu ketika Imam Syafii dengan
Muridnya Imam Ahmad bin Hambal bertemu Syaiban yang sedang mengembala. Imam
Hambali, matur ke Imam Syafi'i, saya mau tanya masalah ke Sayiban?. Imam Syafii
dawuh ke Imam Hambali, "Sayban itu jangan kamu ganggu". Imam Hambali
menjawab "Tidak, aku hanya ingin bertanya suatu masalah dan bagaimana
caranya menjawab masalah".
Imam Ahmad Ibnu Hambal bertanya,
"ada orang shalat 4 rakaat, lupa sujudnya hanya 4 kali padahal mestinya 8
rakaat, Itu supaya shalatnya sah bagaimana?. Syaiban berkata "saya
menjawab mengikuti aliran Jenengan apa aliran saya?. Kalau aliran saya taswauf
tapi kalau aliran Jenengan Fikih. Kemudian Imam Hambali dawuh "jaawablah
dua-duanya". Sayban menjawab "Kalau fikih, shalatnya ditambah dua
rakaat dengan sujud syahwi, tapi kalau madzhab saya di perbaiki hatinya, Shalat
kok lupa rokaatnya, berarti lupa Allah, kalau lupa Allah pasti keliru. Itu
kalau madzhab saya diperbaiki lagi hatinya.
Imam Hambali kemudian bertanya
satu lagi "ada orang punya kambing 40, kalau setahun zakatnya berapa?.
Sayban tanya "Madzhab saya apa madzhabmu?. Kalau madzab Jenengan dizakati
mendo satu". Kalau madzahab saya, saya ini adalah hamba, hamba tidak punya
apa-apa karena yang punya adalah majikan. Kalau majikan perintah 5 ya diberikan
5, kalau perintah 10 ya 10 diberikan, kalau semua ya saya berikan semua".
Mendengar ini Imam Hambali, hambali jatuh pingsan. Kemudian Imam Syafii dawuh,
"sudah saya kasih tahu kamu jangan macam-macam dengan orang itu. Syaiban
itu Ummi, ilmunya dari Allah. Tidak bisa menulis dan tidam bisa membaca. Jadi,
Mahabah ada yang menimbulkan rasa syauq (rindu), ada Mahabah yang menimbulkan
rasa Unsu (tenang) karena sudah ketemu dan ada Mahabah yang menimbulkan rasa
ridla (rela) dengan segala keptusan Allah. (*)
-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh
KH. Mochammad Djamaluddin Ahmad di Bumi Damai Al-Muhibin tanggal 9 April 2018
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Mahabah (4)"