Ngaji Hikam Bab Zuhud (4)
Ditulis oleh Sayid Abu Bakar As Syata ad-Dimyati di dalam kitab Kifayatul al-Qiya' halaman 21 sebuah hadist:
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ قَدْ أُعْطِيَ زُهْدًا فِي الدُّنْيَا,
وَقِلَّةَ مَنْطِقٍ ، فَاقْتَرِبُوا مِنْهُ ، فَإِنَّهُ يُلقن الْحِكْمَةَ
Artinya: "Apabila kamu
melihat orang laki-laki yang benar-benar diberikan kepadanya zuhud dunia dan
sedikit bicara maka mendekatlah kalian kepadanya karena
sesungguhnya laki-laki itu akan menuntun kalian kepada hikmah".
Hikmah dalam hadist di atas memiliki makna yang banyak. Salah
satu dari makna hikmah adalah ilmu yang bermanfaat. Hadist ini berarti kalau kita ingin
ilmu hikmah atau ilmu yang manfaat maka harus mencari guru, sedangkan kriteria guru tersebut adalah orang yang zuhud dunia dan sedikit bicara. Di dalam kitab Ummul Barahin yang disyarahi
menjadi kitab al-Dasuki, disebutkan apabila mencari guru (sufi) kriterianya
adalah:
1. ﺍﻟْﻤُﺆَﻳِّﺪِﻳْﻦَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺑِﻨُﻮْﺭِ ﺍﻟْﺒَﺼِﻴْﺮَﺓِ yaitu orang yang mata hatinya tajam.
Mengetahui apa-apa yang ghaib dan perkara yang akan datang. Serta mengetahui
sesuatu yang ada di dalam hati para murid.
2. ﺍﻟﺰَّﺍﻫِﺪِﻳْﻦَ ﺑِﻘُﻠُﻮْﺑِﻬِﻢْ ﻓِﻰ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻌَﺮَﺽِ ﺍﻟْﺤَﺎﺿِﺮِ; Hatinya zuhud, dan tidak suka dengan yang "Hadzal
Hadir" atau tidak cinta dunia.
3. ﺍﻟﺮُّﺅَﻓَﺎﺀِ ﻋَﻠَﻰ ﺿُﻌَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ Punya rasa kasih sayang kepada orang mukmin yang lemah-lemah.
4. ﺍﻟْﻤُﺸْﻔِﻘِﻴْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴْﻦِ. Punya rasa belas kasihan dan kasih sayang kepada orang mukmin yang
lemah dan kepada fakir miskin.
Ke empatnya kriteria di atas adalah kriteria seorang guru. Romo Kiai Abdul Djalil Mustaqim Tulungagung berpesan dan mencontohkan, ketika mengadakan acara apapun, jangan sampai lupa mengadakan santunan Fuqara dan Masakin. Makanya setiap
peringatan Rojabiyah, muulai dari tahun 1994, sudah ada program kegiatan (1)
santunan fakir miskin dan (2) Nikah masal. Jadi mulai Tahun 1994 sampai
sekarang Tahun 2018 tidak pernah absen. Itu adalah wasiat dari Romo Kiai Abdul
Djalil Tulungagung.
Kalau di Sambong tidak mungkin
(santunan Fakir-Miskin) dibarengkan dengan perayaan Maulid. Akhirnya diganti
santunan fakir miskin pada 10 Muharam. Al-Hamdulillah, perayaan itu bisa
menyantuni 1000 fakir-miskin, dan 240 anak-anak yatim. Di sini (Pondok
Muhibbin) hanya sekitar 400 fakir-miskin. Maka sering ada
pengumuman-pengumuman, karena fakir miskin satu mendapat uang Rp.20.000, beras
5 Kg, dan pakaian layak pakai. Kalau 400 orang berarti berasnya saja itu 2 Ton.
Kalau di Sambong sudah lebih dari
2 Ton. 1.000 Fakir Miskin dan 240 anak yatim dikalikan 5 Kg itu sudah berapa
Ton. Itu wasiatnya Kiai Abdul Djalalil. Beliau adalah orang yang muayadun mina
Allah bi Nuril Bashirah, kedua beliau hatinya zuhud, ke tiga kasih sayang
kepada orang miskin yang lemah, ke empat kasih sayang kepada Fuqara Masakin.
Makanya beliau berpesan kepada murid-muridnya agar jangan lupa Fakir-Miskin. Hadist
di atas dawuh kalau ada laki-laki Perempuan sama saja, hatinya zuhud dan
sedikit bicaranya. Dekatilah maka kamu akan mendapatkan ilmu hikmah dari Allah.
Imam Syafii berwasiat kepada muridnya di
dalam syair:
فقيهاً وصوفياً فكن ليسَ واحداً
فَإني وَحَقِّ اللَّهِ إيَّاكَ أَنْصَحُ
فذلك قاسٍ، لم يذق قلبه تقى ْ
وهذا جهولٌ، كيف ذو الجهل يصلح
Artinya : “Kamu jangan hanya
pintar ilmu fikih saja. Atau jangan hanya pintar ilmu tasawuf saja. Tapi
dua-duanya wajib. Sungguh, demi haq Allah aku menasihati Kamu. Karena kalau
orang hanya pintar fikih saja hatinya keras dan tidak memiliki rasa
takwa kepada Allah. Tapi kalau tasawuf saja tanpa fikih jadinya bodoh. Bodoh
tentang hukum-hukum agama. Orang bodoh tidak bisa jadi baik”. Fikih mengarah
kepada syariat. Tasawuf mengarah kepada hakikat. Dua duanya harus dipadu. Syehk
Sayid Abu Bakar bin Muhammad as Syatha ad Dimyati dawuh :
الشريعة بلا حقيقة عاطلة، وحقيقة بلا شريعة باطلة
Artinya : Syariat apabila tanpa
hakikat adalah kosong tidak ada isinya. Hakikat tanpa syariat batal. Jadi
seorang itu belajar harus pertama belajar ilmu Fikih. Belajar ilmu Fikih sampai
mengerti hukum dan sampai mengetahui syarat-rukunnya ibadah. Tapi fikih saja
tidak cukup karena ilmu hakikat adalah isi.
Contoh shalat "اقم الصلاة لذكري" . Tegakkanlah
shalat untuk ingat aku. "Centak-centuk" e shalat, syarat-rukunya
shalat yang kita lakukan lahir itu syariat. Ingat kepada Allah itu hakikat.
Jadi kalau hanya "centak centuk" dan tidak ingat Allah berarti
kosong. Shalatnya tidak ada isinya. Kalau kosong tidak diterima oleh Allah.
Kita shalat, ya sepertinya melakukan shalat, jamaah dan aktif, tapi hatinya
ingat pasar, hatinya ingat "wedus", shalat tapi hatinya ingat
"duek". Shalatnya sah dan tidak wajib mengulang. Tapi tidak ada
pahalanya. Ingat saja tanpa "centak-centuk" batal.
Semua ibadah itu, ada syariat dan
ada hakikatnya. Dawuh Imam Syafii, kalau orang pintar fikih saja, itu
"rumongso", merasa bisa, merasa pintar. Tidak memiliki rasa takwa
kepada Allah. Karena fikih itu banyak "helah" nya. Perkara ini sebenarnya
tidak boleh, maka supaya jadi boleh bagaimana. Itulah ilmu fikih.
Kita kalau menghukumi kotoran
sapi (jawa : teletong) itu sah atau tidak?. "Teletong" itu barang
najis. Kalau belajar fikih, jual beli barang najis itu sah atau tidak?.
Jawabannya tidak sah. Lha Sampean kok jualan pupuk kandang?. Pupuk kandang itu
kan kotorannya wedus, sapi, kebo campur aduk dengan sisa-sisa rumput dan
sisa-sisa tanah. Kemudian dibongkar dan dimasukkan karung. Satu karung harganya
berapa?. Itu barang najis. Sah atau tidak?. Tidak sah, karena barang najis. Kok
dijual?. Uangnya bagaimana halal apa haram?. Tapi karena pintar ilmu fikih
akhirnya di "helah". Ini tidak saya jual tapi saya berikan. Kalau
saya jual pupuk kandang satu karung harganya Rp. 5.000. Kalau 1.000 karung
berarti 5jt. Umpamanya pupuk kandang itu ditaruh di pinggir jalan. Lalu Ada
yang menanyakan Penanya : "Pak Haji, Pak Haji, pupuk ini dijual?.
Pak Haji : "Kaji kok dodol teletong. Yo Enggak!. Aku ini mengerti kalau jual teletong itu tidak sah". Penanya : "Kok ditaruh pinggir jalan?". Pak Haji : Pupuk iki bakal tak wehno siapa saja yang mau!. Penanya : Owh ngoten, kulo gelem kulo. Pak Haji : Nek gelem siapno gudang. Engko tak terno neng gudangmu, wes tak wehno tok pupuk kandang e, tak antarkan ke gudangmu, ongkos angkutnya Rp. 5000.
Seperti contoh di atas boleh
tidak?. Boleh. Nah itu Fikih. Yang seperti ini menjadikan orang tidak bisa
takwa. Berbeda dengan tasawuf. Tasawuf itu membersihkan hati. Kalau nggak boleh
ya nggak boleh. Maka harus belajar fikih dan tasawuf. Kalau belajar tasawuf
saja nanti jadi orang yang bodoh akan hukum. Kadang-kadang terkena najis tidak
tahu kalau yang mengenainya adalah najis. Ya shalat tahajud, salat tobat, ya
ikut khususiyah. Tapi najis tidak faham itu bodoh. Ketika buar air kecil belum
tuntas sudah disucikan, karena terburu-buru akhirnya kena air seninya dan
mengenai pakaiannya, kadang masih diteruskan kalau ahli tasawuf, dengan alasan
yang terpenting hatinya ingat Allah. Itulah makanya orang yang bodoh tidak bisa
baik. Imam Maliki atau Imam Malik bin Anas dawuh.
من تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن جمع
بينهما فقد تحقق.
Artinya : Barangsiapa belajar
fikih saja, tanpa belajar tasawuf akhirnya jadi orang fasik, melalukan dosa.
Karena fikih mengatakan apabila mata melihat perkara yang dilarang Allah maka
berdosa. Akhirnya sembrono dengan dosa kecil, matanya melihat sesuatu yang
dilarang oleh Allah, dengan pendapat buat wudlu dan shalat dosanya sudah
hilang.
Padahal pengaruhnya tidak bisa
hilang. Dosanya diampuni. Tali kita melihat ada anak perempuan kok "katok
e cekak" dibonceng oleh anak laki-laki, dilihat. Ada anak perempuan yang
punya kentol mulus dilihat. Kemudian shalat "Allahu Akbar", kelihatan
kentol perempuan tadi apa kelihatan Allah.
Atau suatu ketika di jalan,
kelihatan ada sapi mengamuk, kita melihat kemudian sapinya bisa ditangkap
karena ditembak bius. Akhirnya menjadi jinak. Nah kita ketika shalat, dan pada
lafadz " Iyaaka Na'budu" ingat sapi, maka menjadi "hanya kepadamu
"sapi" aku menyembah. Kemdian "wa iyaaka nastain", dan
hanya kepadamu sapi aku minta pertolongan. Makanya harus belajar fikih dan
tasawuf. Orang kalau belajar Fikih matang dan belajar Tasawuf matang maka
"Faqad tahaqaqa". Menjadi ofang ahli tahqiq. Maka Nabi Dawuh ditulis
oleh Imam Ghazali di dalam Kitab "Ikhya".
" لا تَجْلِسُوا عِنْدَ كُلِّ عَالِمٍ ، وَلا
تَجْلِسُوا إِلا عِنْدَ عَالِمٍ يَدْعُوكُمْ مِنْ خَمْسٍ إِلَى خَمْسٍ : مِنَ
الشَّكِّ إِلَى الْيَقِينِ ، وَمِنَ الْكِبْرِ إِلَى التَّوَاضُعِ ، وَمِنَ
الرِّيَاءِ إِلَى الإِخْلاصِ ، وَمِنَ الْعَدَاوَةِ إِلَى النَّصِيحَةِ ، وَمِنَ
الرَّغْبَةِ إِلَى الرَّهْبَةِ
Inti tasawuf seperti dalam syiiran Gus Dur. "Ojo mung
belajar syariaat beloko". Jangan hanya fikih saja. Nabi dawuh yang artinya
jangan duduk dengan setiap orang alim. Kecuali orang Alim yg mengajak kamu dari
lima hal pindah ke lima hal. Carilah guru alim yang mengajak kamu pindah dari
lima ke lima. Jadi jangab asal orang alim saja. Pintar banyak. Cari orang alim
yang ahli ilmu taswuf dan menjalankan ilmu tasawuf.
1. Min al-Sakki illa al-Yakini.
Yang mengajak kamu dari ragu-ragu kepada keyakinan. Ragu pada Allah pindah
kyakinan kepada Allah. Orang kalau ragu kepada Allah, akan bertanya Allah itu
sungguh ada atau tudak?. Allah itu sungguh "Mersani" atau tidak?.
Kalau aku melakukan kebaikan aku dapat pagala sungguhan tidak?. Kalau aku
melalukukan dosa disiksa atau tidak?. Ragu-ragu. Akbitanya, sehubungan dengan
rizki, ragu-ragu, aku diberi rizki segini nanti kurang. Aku digaji segini nanti
kurang. Akibatnya suap, korupsi, dan pungli. Karena dari ragu-ragu, tidak yakin
dan menjadi tamak. Tentang masalah Allah maha melihat "sungguhan" apa
tidak?. Karena terkadang kita tidak meyakini kalau Allah itu "perso".
Karena tidak meyakini Allah "perso" akhirnya tangan mencuri dan
berbohong. Jualan gula dibungkusi katanya satu Kg ternyata hanya 9 ons.
Akhirnya jadi berani melanggar. Itu karena ragu-ragu. Banyak sekali contohnya.
Karena tidak meyakini kepada Allah maha melihat. Contoh lagi pacaran, di
remang-remang. Merasa bahwa Allah tidak perso. Maka carilah orang alim yang
mengajak dari ragu-ragu kepada keyakinan. Allah memberi segini, yakin cukup.
Akhirnya menjadi "neriman" dan Qanaah.
2. Minal riyak illa al-Ikhlas.
Kita apabila ibadah karena riyak karena orang. Buktinya apa?. Aku kalau shalat
ditunggui "moro tuo" kok mantap. Aku kalau ditunggi Pak Guru kok bisa
kelihtan khusuk. Tapi kalau sendiri, tidak ada orang, baru dapat 2 rakaat kok
sudah salam. Itu berarti tidak iklas. Ibadahnya tidak karena Allah. Tapi ingin
dipandang manusia. Sudah shalatnya sendiri, membawa hape dan berdering. Baru
takhiyat awal, kira-kira meneruskan shalat atau ganti pegang hape?.
Ada seorang pemuda yang dingluk
di dalam masjid. Kemudian Sayidina Umar masuk masjid. Kemudian dijondo,
"Hai orang yang punya leher, khusuk tidak di leher, tapi khusuk ada di
dalam hati". Banyak anak muda dingkluk ketika wiridan, ternyata tidur.
Orang kalau ikhlas, itu sendiri bisa khusuk, dengan bapaknya juga khusuk,
dengan gurunya juga khusuk, shalat dengan "jejer" unta juga khusuk.
Jadi salat jejer unta dan jejer guru, sama saja khusuknya. Shalat bersama
mertua dan wedus sama saja khusuknya. Karena tujuannya hanya ingin dipandang
Allah. Nah ini carilah guru yang bisa mengajak dari Riyak berpindah kepada ke
ikhlasan.
3. Mina Ruhbah illa Zuhud. Dari
cinta dunia pindah ke zuhud atau tidak cinta dengan dunia.
4. Min al-Takabur illa
al-Tawadluk. Dari "gumede" pindah kepada tawadluk.
5. Minal Adawah illa nasihah.
Dari permusuhan, illa nasihah menuju kerukunan. Itu semua orang sufi, orang
tasawuf. Kalau tidak tasawuf tidak bisa.
Ada contoh, orang itu belajarnya
fikih saja sampai menjadi orang alim, pintar, sampai pengikutnya banyak. Karena
memang alim. Bisa mengjar Tafsir, fikih semua alim. Tapi hatinya tidak bisa
merasa ledzat dan nikmat ketika ibadah. Rasanya kosong. Padahal muridnya sudah
banyak. Seumpama masakan aromanya tidak bisa sedap.
Akhirnya ingat dawuh Imam
Syafi'i. Jangan belajar fikih saja, tapi pelajari juga tasawuf. Namanya syekh
Muhammad al-Ghimri. Karena itu, kemudian dia ingin menempuh jalan sufi. Karena
dawuh Imam Syafi'i "Faqihan, wa Sufiyan". Waktu itu orang sufi yang
zuhud yang terkenal dan banyak pengikutnya adalah Syekh Ahmad az-Zahid.
Akhirnya Syekh Muhammad al-Ghimri ingin mendatangi Syekh Ahmad az Zahid. Suatu
saat Syekh Ahmad az-Zahid di dalam masjid bersama murid-murid sufinya. Pintu
masjid di tutup. Syekh Muhammad Al Ghimri, sampai di masjid, pintunya masih
tertutup. Kemudian berteriak "Haaaai, Ini apa maksudnya kok ditutup, ini
namanya melarang orang masuk masjid!".
Ahmad az Zahid dawuh kepada
Jamaahnya, "Lihatlah itu nafsunya orang ahli fikih tidak punya
sopan". Pintu terus digedor sambil berteriak "buka pintunya, aku mau
masuk". Kemuduan Ahmad az-Zahid memerintah untuk dibuka. Ketika dibuka,
Al-Ghimri bicara kepada yang membukakan, "Kamu itu tahu apa?. Masjid kok
ditutup, ilmu kamu nggak punya, masjid kok ditutup". Itu karena ahli fikih
merasa pintar merasa bisa.
Kemudian Al-ghimri menghadap az
Zahid. Kemudian dawuh, "Syekh saya ingin ibadah itu menempuh jalan
sufi". Kemudian Syekh Ahmad az Zahid dawuh, "kamu tidak pantas, masuk
lewat jalur sufi" al-Ghimri matur, "kalau saya nggak pantas Syekh, ya
jenengan buat bisa supaya jadi pantas". Kemudian Syekh az Zahid dawuh,
"sudah tidak ada, semua orang sufi itu harus sama kerja, ada yg
bersih-bersih masjid, ada yang tukang buja masjid, bagian adzan, ada yang ngisi
jeding wc, dan bersihkan halaman. Semua orang sufi di situ ada bagian jatah
kerja sendiri. Umpama sekarang meraka ibarat orang suluk, semua ada kerjanya
sendiri-sendiri. Pekerjaan sudah ada yang menangani semua.
Kemudian al-Ghimri dawuh,
sudahlah Syekh aku carikan pekerjaan apa saja?. Karena Al Ghimry ingin belajar
tasawuf. Akhirnya az Zahid dawuh kepada muridnya, "Sudahlah, sekarang
berikan bagian ngersiki WC, suruh cari batu-batu untuk istinjak, suruh mengisi
air jedinh WC".
Setelah satu tahun ditingkatkan
pekerjaannya jadi menyapu. Terus sampai bertahun-tahun. Dan terus ditambah
tugasnya. Kemudian diberi tugas mengisi minyak lampu dan diperintah untuk
menyalakan setiap shubuh. Jumlahnya lampunya ada 1.000. Sampai 10 Tahun
lamanya.
Pada suatu pagi az Zahid masuk
masjid. Sedangkan al-Ghimri ketiduran padahal sudah shubuh dan lampu masjid
belum dinyalakan. Kamudian az-Zahid berkata "Hai Muhammad al-Ghimri sudah
subuh kok lampu belum dinyalakan. Kemudain dia terbangun, lampu diduding
langsung menyala semua. Maka berarti selama 10 tahun belajar dengan tawadkuk,
berhasil dan al Ghimri menjadi "Shahubul Akhwal". Akhirnya az-Zahid
dawuh, "Muhammad al Ghimri, sekarang kamu sudah berhasil dan kemablilah ke
negerimu, insyaAllah diberi barakah ilmu dan manfaat".
Ada lagi namanya Abu Madyan nama
aslinya Suaib Ibn Husain al-Andalusi (lahir 514 H-W 593H). Itu hanya belajar
selama 3 hari di az-Zahid dan sudah terbuka hatinya menjadi "Shahibul
Akhwal". Maka adiknya az-Zahid bertanya "Mas Jenengan didik al-Ghimri
sampai berhasil mebutuhkan waktu 10 tahun, tapi jenengan didik Abu Madyan hanya
butuh 3 hari, sebabnya apa Mas?. Padahal al Ghimri itu sudah alim?. az-Zahid
menjawab, Itu semua karena al-Ghimri datanh ke sini tidak membawa apa-apa.
Tidak bawa kain (sumbu lampu), minyak, dan korek (batu aki). Dia hanya membawa
fikih "nyel" saja. Belum ada yang lain-lain. Taswufnya belum ada.
Jadi aku harus mencarikan kain, minyak dan korek.
Berbeda dg Abu Madyan, dia datang
ke sini sudah membawa kain minyak dan korek. Jadi datang ke sini aku tinggal
menyalakan saja. Hatinya sudah siap. Memang Begitulah belajar kepada guru.
Harus, tawadluk dan hormat kepada guru. Tidak seperti orang belajar zaman
sekarang. Jadi guru zaman sekarang itu repot. Guru itu dianggap seperti buruh.
Terjadi di makasar, Anaknya ditegur karena salah, gurunya dianiaya oleh wali
murid. Di Sampang Madura, guru menegur, gurunya dibunuh. Maka belajar ilmu itu
supaya murid benar-benar menghormati guru.
Maka berbeda, anak
"Jenengan" dipondokkan, dengan apabila Anda jadi orang kaya dan
berpangkat, kemudian memanggil guru untuk mengajar anak Anda dengan privat.
Sebab apa?. Kalau putra Anda datang ke pondok, itu namanya mencari ilmu. Dan
Ilmu harus dicari. Tapi kalau Anda memanggil guru untuk privat, itu namanya
ilmu yang mencari orangnya. Guru "Sampean" panggil ke rumah, mengajar
anak sampean, Sampean gaji, anak Sampean akan menganggap gurunya buruh. Kurang
menghormati, kurang barakah ilmunya.
Nabi dawuh "barangsiapa yang
punya tingkah laku menyakiti hati guru akan diuji Allah tiga hal (di pondok
dilarang bawa hape oleh ayahnya dibawakan hp karena orang tuanya kaya. Hp nya
ditutpkan warung. Kemudian ketika di warung di lihat sudah ada berapa SMS yang
masuk, itu tingkah yang menyakiti hati Kiai).
Atau di luar punya
prilaku-prilaku yang menyakiti hati Kiai. Contoh, Ini siapa?. Owh, bocah
Muhibin, pantes muridnya Idris. Ini memiliki prilaku yang menyakiti hati Kiai,
hatinya Syekh. Maka akan dicoba oleh Allah perkara tiga, (1) ilmu yang pernah
dihafalkan lupa (imrithi lupa, alfiyah, mantiq lupa, belajar fikih lupa, yang
bahaya yang hafalan Quran). (2) Lisannya tidak bisa bicara, karena yang
dibicarakan adalah ilmu, kalau ilmunya hilang mau bicara apa?. (3) Di akhir
hidupnya menjadi orang fakir. Itu apabila menyakiti hati guru.
Banyak sekali, orang yang
mengajar privat. Anaknya orang yang memanggil tidak sopan kepada gurunya. Saya
tidak mengajar privat. Tapi saya ditimbali disuruh mengajar putranya seseorang.
Saya sudah datang, putranya nggak ada. Saya nunggu, putranya masih dolan.
Pernah meraskan. Nah, yang seperti ini. Contohnya siapa?. Ibnu Abbas. Namanya
Abdullah bin Abbas. Abbas adalah paman nabi. Ibnu Abdullah itu orang yang
kantil dengan nabi. Dimanapun nabi pergi dia selalu ikut untuk mencari ilmu.
Apa yang didawuhni nabi dititeni. Sampai sahabat yang pernah tidur satu bantal
dengan nabi adalah Abdullah bin Abas. lainya tidak ada.
Bahkan nabi ketika tidur dengan
istrinya yang bernama Maimunah, nabi juga tidur dengan Abdullah bin Abbas. Jadi
satu bantal tiga kepala. Karena Maimunah adalah bibik dari Abdullah bin Abbas.
Mbakyunnya Maimunah menjadi ibu dari Abdullah bin Abbas karena diperistri oleh
Abbas. Jadi Adiknya (Maimunha diperistri nabi). Dan Mbaknya diperistri oleh
pamanya Abbas.
Malam-malam Nabi shalat, Abdullah
bin Abbas mengikuti shalat. Kemudian Nabi kembali ke tempat tidur, dan tertidur
sampai Beliau mendengkur. Abdullah bin Abbas tahu bahwa nabi
"mendengkur". Ketika Bilal adzan shubuh, Nabi bangun dan langsung
mengimami shalat shubuh. Kemudian Abdullah bin Abbas tanya "Ya Rasulallah,
tadi malam Jenengan sudah tidur, kok langsung shalat?. Nabi menjawab,
"Tanalu ainaya, wa la tanalu fi qalbi". Mataku tidur tapi hatiku
tidak tidur. Tidur yang membatalkan
wudlu adalah tidur yang menjadikan hilangnya akal.
Nabi itu hatinya tidak tidur,
karena tidak tidur, akalnya tidak hilang. Mata tidur tapi hatinya tidak tidur.
Abdullah bin Abbas selalu berdekatan dengan nabi sampai umur 15 tahun. Kemudian
nabi wafat. Jadi kalau orang belajar belum matang. Tapi sudah banyak mendapat
doa dari Nabi.
Oleh karena merasa belum matang.
Abdullah Bin Abbas mencari shabat-sahabat yang dulu dekat dengan nabi. Karena
sahabat-sahabat yang dekat dengan nabi itu pasti mengantongi hadist-hafist,
seperti Abu Said, Abu Sinan, Abu Dardak, Abu dzar al Ghifari dll.
Suatu saat Abdullah bin Abbas
ingin menemui satu sahabat yang diduga banyak mengantongi hadist. Perjalanan di
madinah melewati padang pasir. Ketika sampai di kediaman sahabat nabi tersebut,
ternyata yang punya rumah sedang qailulah (tidur antara pukul 11 sampai pukul
12 siang). Begutu sampai sana Abdullah bin Abas, nggeletak karena capek di
emperan rumah. Waktu itu angin kencang sampai wajah beliau penuh dengan debu.
Kemudian sahabat yang punya rumah
membuka pintu dan melihat Abdullah bin Abbas. "Subhanallah, sepupu
Rasulillah tidur di emper". Abdullah bin Abas bangun, kemudian sahabat
berkata, karena Abdullah bin Abbas orang terhormat, "Gus Jenengan kok
sampai tilem mriki (emper), Jenengan kok mboten ngetuk pintu, kulo mesti tangi.
Kok jenengan tilem mriki, wajah penuh dengan debu sak wanci-wanci, jenengan
timbali mesti kulo sowan Gus". Abdullah bin Abbas dawuh, "Tidak, ilmu
harus dicari, bukan ilmu yang mencari".
Abu Bakar bin Salim bin Abdullah.
Salim bin Abdillah adalah orang yang hebat. Sangat terkenal karena
kesolehannya. Pengaruh dan wibawanya juga besar. Salim bin Abdullah punya putra
namanya Abu Bakar bin Salim bin Abdillah. Itu Makamya di Tarim Yaman sangat
terkenal. Di sekitarnya makam ada tanah-tanah yang dulu didoakan. Biasanya
kalau ada orang ziarah mengambil tanah yang warnanya semu-semu coklat. Kalau
orang berobat dimasukan sedikit saja tanah tersebut kemudian hadiah fatihah ke
Abu Bakar bin Salim jadi obat.
Abu Bakar dulu ingin belajar
tasawuf kepada Syekh Makruf Ba Djamal. Ada Ba Rojak ada Anis Baswedan. Bukan
bin tapi Ba. Ba itu orang arab tapi bukan Sayid. Syekh Makruf Ba Djamal itu
orang sufi, orangnya zuhud. Abu Bakar bin Salim ingin sowan dan ketemu kepada
Syekh Makruf ba Djamal.
Syekh Makruf Ba Djamal bertampat
di kota yang bernama kota Syiban. Abu bakar kelau mau ke Syiban itu melewati
padang pasir, dan padang belantara. Akhirnya di pinggir kota, belum masuk kota
karena Abu Bakar Bin Salim tidak berani langusng ke ndalemnya Syekh Makruf Ba
Jamal. Padahal Pinggir kota dengan kota masih jauh.
Tatakerama nya dengan guru itu
tidak berani langsung ke rumah, dodok pintu Asalamualaikum, tidak berani. Masih
di pinggir kota. Cari berita. Ada orang lewat supaya mengabari Syekh Makruf Ba
Djamal bahwa Abu Bakar bin Salim bin Abdillah ingin bertemu. Kemudian Syekh
Makruf Ba Djamal diaturi, putra Salim bin Abdullah ingin bertemu Panjenengan.
Katakan padanya "Aku belum berkenan bertemu dengan dia, walaupun ayahnya
orang hebat, dan terkenal kesolheanya".
Ditunggu sampai seminggu. Syekh
Makruf tetap belum berkenan untuk bertemu. Sabar sampai buat kemah seadaanya.
Untuk menolak angin dan panas sampai Syekh Makruf mau menemui. Akhirnya sampai
40 hari. Syekh Makruf dawuh "Katakan kepada Abu Bakar bin Salim aku mau
menemuinya".
Itu tatakeramanya orang cari
ilmu. Sekarang kalau ada wali murid ingin sowan Yai. Kalau Kiainya istrahat.
Wali santrinya "gremeng". Kiai mau disowani kok dekok ae. Pintar bisa
tapi barakahnya ilmu tidak.
Ketika Abu Bakar bin Salim bin
Abdullah bertemu dengan Syekh Makruf Ba Djamal, subhanallah, ingin futuh dan
terbuka hatinya. Akhirnya Abu Bakar cukup berguru 2 hari saja untuk terbuka
hatinya. Tapi sabar sepeti beliau butuh 40 hari. Itu namanya jalur sufi.
Faqihan wa Sufiyan. Orang yang bisa membimbing 3 hari berhasil, 2 hari berhasil
itu adalah orang-orang yang zuhud hatinya. Maka nabi dawuh, kalau ada orang
laki-laki yang diberikan hati zuhud dan tidak banyak bicara, dekatilah, nanti
akan diberi Ilmu Hikmah.(*)
-Disarikan dari Ngaji Hikam setiap Malam Selasa oleh KH.
Mochammad Dajamaluddin Ahmad di Bumi Damail Al-Muhibin Tambakberas, 5 Maret 2018
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Bab Zuhud (4) "