Ngaji Hikam Hikmah Ke-26 (2)
Syekh Ibnu Atoillah Al-Syakandari (W.709 H) dalam kitab Al-Hikam berkata :
قال الشيخ تاج الدين ابن عطاء الله السكندريّ :إحالتك الأعمال على وجود الفراغ من رعونات النّفوس
Ibnu Atoillah Al-Syakandari
(W.709 H) berkata: "Menunda-nunda amal untuk menunggu kesempatan yang
lebih bagus adalah bagian dari kebodohan akal dan jiwamu" (Kitab Al-Hikam,
Hikmah Ke-26)
Dalam sebuah hadist Rasulullah
menjelaskan :
وفى الحديث عن رسول الله انّه قال :
ألا وإنّ من علامة العقل التّجافى عن دار الغرور، والإنابة إلى دار الخلود
والتزوّد لسكنى القبور، والتأهّب ليوم النّشور. [روى نحوه الحاكم في المستدرك وابن
أبي شيبة في مصنّفه]
Diterangkan dalam hadist dari
Rasulillah, "Sesungguhnya Rasulillah bersabda, ‘Ingatlah, sesungguhnya
diantara dari tanda orang yang berakal (cerdas/akalnya hidup) adalah (1)
Menjauhi dunia, (2) Berusaha mencari bekal akhirat, 3. Mencari bekal untuk
masuk kubur (mati), dan (4) Bersiap-siap menghadapi bangkit dari kubur ketika
menghadap Allah”.
1.
Menjauhi Dunia
Kita ini hidupnya dunia tapi apa
arti dari menjauhi dunia?. Yaitu, beramal dan bekerja apapun jangan karena
dunia. Kita memang bertempat di dunia dan bekerja di dunia tapi dalam keniatan
hati, jangan karena dunia. Niat Ini tempatnya di dalam niat. Seperti contoh
orang shalat yang harus meninggalkan duniawi. Sandangan harus dikeluarkan dari
hati. Jangan sampai shalat ingat dengan sandangan. Ingat dengan uang. Semua dikeluarkan
dari dalam hati. Jangan sampai shalat ingat uang. Ketika shalat semua
dikeluarkan dari hati, yang diingat hanya Allah semata.
Dulu ada orang shalat, dia merasa
bahwa shalatnya sudah benar. Karena sudah "Sirri" atau sudah bisa
menerima penjelasan dan peringatan. Ketika shalat dan membaca "Iyyaka
Na'budu", belum sampai pada bacaan "Iyyaka Nastain". Dia ditegur
oleh Allah, "kadzabta!" (kamu bohong). Lafadz "Iyyaka
Na'budu" artinya "hanya kepadamu aku menyembah". Langsung
ditegur oleh Allah dengan peringatan "Kamu bohong!", karena kamu
belum menyembah aku, kamu menyembah makhluk. Karena pada waktu shalat hatinya
ingat dengan rumah, istri dan hartanya. Kemudian diangan-angankan bahwa ternyata
ketika dia shalat masih ingat harta dan istrinya.
Akhirnya dia berusaha agar tidak
ingat dunia. Dia berpamitan dengan istrinya untuk pergi ke gua agar shalatnya
bisa konsentrasi ingat Allah. Setelah diperbolehkan, dia pergi ke gua dan
belajar berkonsentrasi. Kemudian sholat. Ketika membaca "Iyyaka
Nakbudu", belum sampai "Wa Iyyaka Nastain", Allah dawuh
"Kadzabta", ("kamu bohong!"), karena kamu masih ingat isterimu.
Jadi ketika dia masuk gua, karena dia meninggalkan istrinya dia ingat dengan
istrinya. Maka Allah menegur, "Kamu bohong!, Kamu masih menyembah
istrimu".
Kemudian dia pulang dan bercerita
kepada isterinya, "Dek, saya shalat di dalam gua, tapi aku ingat kamu,
akhirnya aku diingatkan Allah bahwa aku belum menyembah Dia tapi menyembah
kamu, sekarang "legowo"-kan hatimu ya Dek, Kamu saya ceraikan, agar
aku shalat tidak ingat apa-apa kecuali Allah". Akhirnya istrinya rela.
Kemudian orang tersebut sahalat
lagi. Lalu Allah menegur lagi. "Kadzabta!". "Kamu bohong!, kamu
masih belum menyembah aku, kamu menyembah hartamu". Ternyata ketika shalat,
dia ingat bahwa di rumahnya masih ada harta yang bermacam-macam sementara
istrinya sudah tidak ada. Lalu orang itu pulang. Tetangganya dipanggil, seluruh
hartanya diberikan kepada tetangga-tetangganya. Yang tersisa hanya pakaian satu
tas saja untuk bekal di gua.
Kemudian di gua dia shalat lagi.
Ketika membaca "Iyyaka nakbudu". Allah menegur lagi
"Kadzabta!". Kamu bohong!, Kamu sudah tidak ingat istri lagi, sudah
tidak ingat harta lagi, tapi kamu ingat pakaian satu tas". Ternyata ketika
shalat dia masih ingat bahwa "untung saya masih membawa pakaian satu
tas". Kemudian dia keluar dari gua ada orang lewat, tas yang berisi
pakaian dia berikan kepada orang yang lewat tersebut. Kemudian dia shalat,
berdiri dan takbir "Allahu Akbar", dan membaca "Iyyaka Nakbudu".
Dia sudah tidak ingat apa-apa kecuali Allah. Dan Allah berkata "Sekarang,
baru kamu telah menyembah aku".
Cerita di atas maknanya apa?. Itu
adalah contoh orang yang salah faham. Ketika diingatkan oleh Allah, ternyata
semua kemudian di "pegat". Padahal maksudnya adalah
"dipegat" dengan hatinya. Waktu shalat hatinya "megat"
jangan ingat rumah, jangan ingat istri, jangan ingat harta, dan jangan ingat
tas. "Iyyaka Nakbudu", "hanya kepadamu ya Allah aku
menyembah".
Seharusnya dalam shalat minta
kepada Allah agar hati hanya mengingat kepada Allah. Ketika membaca
"Iyyaka Nakbudu" jangan ingat apa-apa kecuali Allah. Karena kalau
membaca "Iyyaka Nakbudu" kok ingat "wedus" berarti nyembah
wedus. Membaca "Iyyaka Nakbudu" kok ingat uang berarti menyembah
uang. Membaca "Iyyaka Nakbudu" kok ingat rumah berarti menyembah
rumah.
Begitu juga kita di dunia ini punya
tetangga dan tetangga kita punya "gawe", lalu kita membantu tetangga
kita tersebut. Jangan niat agar kita besok kalau punya "gawe" ganti
dibantu. Jangan karena imbalan dunia. Tapi niatkan hanya karena akhirat
"Lillahi ta'ala". Mengajar, banyak sekali orang mengajar, di madrasah
di SMP di SMA, niatnya bukan karena memgembangkan ilmu karena Allah tapi
niatnya cari gaji. Ini berarti belum bisa menjauhi dunia. Kalau mengajar,
mengajarlah tapi jangan karena dunia. Mengajarlah karena akhirat "Lillahi
ta'ala". Jangan karena gaji. Tapi ini susah.
Maka tandanya orang yang berakal
yang pertama adalah menjauhi dunia. Artinya apapun yang diprbuat dan yang
dilakukan niatnya karena Allah. Sekarang sedang "usum", pilpres, dan pilkada.
Ingin jadi presiden silakan, tapi jangan karena kedudukan. Jangan karena gaji.
Tapi karena sungguh-sungguh niat melindungi rakyat karena Allah. Mencalonkan
diri jadi Gubernur silakan, mencalonkan jadi Bupati, silakan, tapi jangan
karena gaji. Jangan karena kedudukannya. Tapi karena kalau jadi pejabat itu
mudah untuk menyebarkan dan mengembangkan syariat Islam. Hal itu sudah sejak
zaman dahulu. Para kholifah juga seperti itu. Mereka "royokan" tidak
mau. Abu Bakar tidak mau, Umar juga tidak mau, tapi karena didesak rakyat
akhirnya mau. Jadi niatnya untuk mengembangkan Syariat Islam, bukan karena
kedudukannya.
Sekarang banyak pejabat di OTT
oleh KPK. itu berarti niatnya rebutan jabatan karena bisnis. Bukan karena untuk
"ngopeni" umat. Jadi kalau orang berakal pertama pasti menjauhi
dunia. Bekerja buka toko, di perusahaan, di sawah jangan karena panennya,
jangan karena untungnya tapi niatkan untuk bekal ibadah. Itu namanya menjauhi
dunia.
2. Al-Inabah
(Kembali Kepada Akhirat)
Jadi melakukan ibadah karena
akhirat. Shalat karena akhirat, karena banyak sekali orang ibadah shalat malam
tapi niatnya beda, shalat malam agar sawahnya panen, tokonya laris, dan
dihormati orang. Itu berarti karena dunia. Maka kembalikan niat ibadah untuk akhirat.
3. Untuk
Bekal Memasuki Kubur
Orang yang masuk kubur tanpa
bekal, ibarat seorang yang menyebrang lautan tanpa perahu. Maka tenggelam dan tidak
selamat. Seperti halnya orang yang masuk kubur tanpa bekal. Bekal masuk kubur
itu apa?. Amal sholeh. Shadaqah lillahi taala, menghormati tamu lillahi ta'ala.
Shalat malam lillahi ta'alla. Wiridan lillahi ta'ala. Apapun niatkan karena
Allah, nantinya akan jadi amal sholeh. Ada
orang salah paham denga membangun kuburannya sebelum dia mati. dimarmer, dan
dihiasi yang bagus. Padahal bukan sepeti itu, membangun kuburan itu dengan amal
sholeh sebelum masuk kuburan.
4.
Siap-siap Menghadapi Bangkit Dari Kubur Untuk Mengahadap Allah
Besok kita akan dibangunkan dari
kubur langsung digiring di Makhsar untuk laporan amal. Ditanyakan semua amal.
Pertama yang ditanyakan adalah shalatnya. Apabila shalatnya bagus, semua
amalnya dianggap bagus. Tapi
Apabila shalatnya buruk, maka
semua dianggap jelek. Semua amal ditanyakan "umurmu berapa?. Kamu buat apa
saja?. Hartamu berapa?. Kamu mencari dari mana?. Dan untuk apa saja?".
Semua ditanyakan sekecil-kecilnya ditanyakan. Dimunaqasah, sampai hal-hal yang
detail. Sampai bensin mobilmu darimana?. Ini "Yaumin Nusur", semua
dintanyakan dengan detail, maka bagaiman kita harus berusaha semua terdiri dari
yang halal. Makanan halal, baju halal, sangu halal. Karena orang kalau yang
dimakan haram, hatinya mati. Apabila hatinya mati kehidupannya disetir oleh
setan. Apabila yang dimakan subhat maka hatinya gelap, apabila hatinya gelap,
imannya disangsikan, agamanya disangsikan. Disangsikan itu seperti dikatakan
tidak Islam tapi shalat, dikatakan Islam tapi Romadan tidak puasa. Dikatakan
tidak Islam tapi shalat, setiap Jumat juga shalat Jumat, tapi Romadan warungnya
buka. Itu namanya agamanya disangsikan. Itu biasanya kalau yang dimakan adalah
Subhat.
Tapi kalau yang dimakan halal
hatinya bersih. Maka sabda Nabi adalah tanda-tanda orang berakal ada empat, (1)
menjauh dari alam dunia, (2) berusaha mencari alam akhirat, (3) mencari bekal
untuk masuk kubur, (4) Siap-siap menghadapi bangkit dari kubur untuk menghadap
kepada Allah.
وقال النّبي : الكيس من دان نفسه وعمِل
لما بعد الموت. والأحمق من أتْبع نفسه هواها وتمنّى على الله الأماني [رواه الحاكم
في المستدرك]
Artinya: Orang yang cerdas adalah
orang yang bisa mengoreksi dirinya. Beramal setelah kehdupan setelah mati. Dan
orang yang bodoh adalah orang yang menuruti nafsu dan meminta bermacam-macam
hal kepada Allah.
Ngoreksi diri ini Ini adalah
perkara yang susah. Kalau orang Toriqoh Naqsabandi itu mengoreksi diri tidak
setahun sekali tapi setiap jam. Aku mulai bangun jam berapa. Satu jam ini apa
saja yang saya lakukan. Satu jam ini aku bagaimana. Aku shalat, shalatku
Jamaah, aku wiridan, aku selalu ingat Allah. Setelah dikoreksi teryata banyak
ingatnya kepada Allah, maka bersyukur kapada Allah.
Lalu satu jam lagi dikoreksi
lagi. Kalau satu jam kemudian ternyata lebih banyak lupa kepada Allah daripada
ingatnya. Maka istigfar dan memohon ampun kepada Allah. Apalagi kalau satu jam
banyak dosa. Maka harus memperbanyak istigfar kepada Allah. Ini namanya
mengoreksi diri.
Ibadah kepada Allah juga
dikoreksi, sudah benar apa belum?. Shalat subuh sudah benar apa belum?, shalat
dhuhur sudah benar apa belum?, qabliyah dan bakdiyah dilakukan apa tidak?. Itu
juga dikoreksi. Kalau ternyata teledor, shalat isyak misalnya hanya melakukan
fardlunya tidak qobliyah dan bakdiyah, mohon ampun kepada Allah.
Maka orang yang cerdas adalah
orang yang bisa mengoreksi diri bagi orang Syariat. Kalau bagi orang Thoriqat,
sudahkah wiridan thoriqahnya dilakukan setiap setelah shalat fardlu?. Kalau
belum harus dilakukan dan bertaubat kepada Allah.
Maka orang yang cerdas adalah
orang yang bisa mengoreksi dirinya, beramal untuk kehidupan setelah mati
(Akhirat). Sementara orang yang bodoh adalah orang yang menuruti hawa nafsunya,
tapi meminta kepada Allah hal yang bermacam-macam.
Banyak tamu ke saya, "Yai
saya bekerja kok jatuh terus?". Terus saya tanya, Kamu shalat apa tidak?.
Saya kasih wiridan wiridannya tulisan arab tidak bisa membaca. Ternyata tidak
shalat. Terus saya tanya, "Mas, Sampean kalau disuruh bapaknya menyapu dan
dilakukan, disuruh mencuci, dilakukan. Diperintah membersihkan kamar mandi,
dikerjakan. Disuruh ke sawah juga dilaksanakan. Kira-kira kalau minta uang
bapaknya, diberi atau tidak?". Terus jawab "Ya dikasih Yai".
Itulah perumpamaan kalau kita melaksanakan perintah Allah.
Kalau kita tidak melaksanakan
perintahNya, ya tidak diberi oleh Allah. Sudah tidak melaksanakan perintahNya,
tapi minta kepada Allah yang macam-macam, minta usaha lancar dan maju dll. Itu
namanya orang yang menuruti hawa nafsunya, maksiat dituruti, tapi minta kapada
Allah bermacam-macam hal. (*)
-Disarikan dari Ngaji Hikam Setiap Malam Selasa oleh
KH. Mochammad Djamaluddin Ahmad di Bumi Damai Al-Muhibin tanggal 30 April 2018
Posting Komentar untuk "Ngaji Hikam Hikmah Ke-26 (2)"