Ngaji Hikam Hikmah Ke-16
Syekh Ibnu
Athaillah berkata dalam kitabnya Al-Hikam:
مَا تَوَقَّفَ مَطْلَبٌ أَنْتَ
طَالِبُهُ بِرَبِّكَ، وَلَا تَيَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ قَالَ الشَّيْخُ أَحْمَدُ بْنُ عَطَاءِ
اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ
Artinya: Tidak ada kesulitan memperoleh satu tujuan
(cita-cita) jika keberhasilannya diserahkan kepada Allah sebaliknya tidak ada
kemudahan jika keberhasilannya diserahkan kepada kemampuan diri sendiri.
Tidak ada kesulitan memperoleh suatu keinginan atau cita-cita
baik keinginan dunia maupun keinginan akhirat jika keberhasilannya diserahkan
kepada Allah. Keinginan dunia contohnya seperti ingin mendapatkan penghasilan
yang layak, mendapat keturunan, harta, pekerjaan, hasil perdagangan yang
melimpah, serta jabatan. Semua itu adalah keinginan-keinginan duniawi.
Begitu juga keinginan ukrawi seperti keinginan nanti di
akhirat mendapatkan tempat berteduh dimana pada hari itu tidak ada tempat
berteduh kecuali dari Allah. Ingin bisa melewati shiratul mustaqim bagaikan
kilat. Karena perjalanannya yang sangat berat. Dijelaskan dalam kitab membutuhkan
waktu 30 tahun perjalanan normal dengan rute menanjak 10 tahun, mendatar 10
tahun, dan menurun 10 tahun. Itu jika tidak tersambar oleh kobaran api neraka
dari bawah. Karena disebutkan bahwa di bawah shiratal mustaqim api neraka
jahanam berkobar menyambar ke atas. Oleh karena itu berdoa agar bisa selamat
dari shiratal mustaqim termasuk keinginan ukhrawi.
Dalam banyak hadist dijelaskan orang yang melewati shiratal
mustaqim ada yang dengan cara terbang. Ada yang berlari. Ada yang berjalan
normal. Ada juga yang ngesot.Orang yang berdoa meminta bisa cepat melewati
shiratal mustaqim dengan cepat mereka memilki harapan dan cita-cita ukhrawi.
Termasuk cita-cuta akhirat adalah bisa masuk surga dan
selamat dari neraka. Atau bisa musyahadah kepada Allah dengan mata kepala besok
di surga, Dsb. Semua cita-cita itu apabila memperolehnya dengan tawakal dan
pasrah kepada Allah maka mudah.
Anak pondok misalnya punya cita-cita agar ujian lulus. Jiika
keinginan itu disandarkan kepada Allah serta dipasrahkan kepada-Nya maka akan
mudah. Atau ingin punya ilmu yang manfaat. Jika keinginan ini disandarkan,
tawakal, dan pasrah kepada Allah maka tidak akan sulit tercapai. Artinya dapat
diperoleh dengan mudah. Semua yang dipasrahkan kepada Allah maka akan mudah.
Contoh lagi ada anak pondok pulang atau boyong dari pondok.
Punya cita-cita ingin mengajar atau memiliki suatu lembaga untuk media
berjuang. Karena semua anak pondok atau santri itu wajib dan harus punya
cita-cita mengajar.
Karena mengajarkan ilmu tidak harus berprofesi sebagai guru
formal. Di lembaga-lembaga non formal juga bisa mengajarkan ilmu. Mengajar di
Majelis taklim juga masuk kategori mengajarkan ilmu. Mengajarkan ilmu tidak
harus dimulai dari mengajar di majelis besar seperti Majelis Al-Hikam seperti
ini. Bisa dimulai dari mejalis-majelis
yang paling kecil. Yaitu jamaah yang terdiri dari anak-anak kecil. Jariyah ilmu
kepada anak-anak kecil lebih panjang daripada majelis ilmu yang besar.
Majelis yang besar dibandingkan dengan mengajar Alquran di
TPQ pahalanya lebih besar guru yang
mengajar di TPQ. Termasuk yang mengajarkan fiqih dan aqidah di TPQ. Mengapa
begitu?. Karena disanalah diajarkan 3 ilmu yang wajib atau fardlu ain untuk dipelajari
seseorang. Ilmu yang wajib dipelajari hanya ada 3 yaitu ilmu yang membenarkan
aqidah dinamakan tauhid yang basiknya sudah di ajarkan di TPQ melalui aqidah 50
yaitu sifat wajib 20, sifat mustahil 20. Sifat Jaiz Allah 1. Sifat wajib Rasul
4, sifat mustahil 4, dan jaiznya rasul 1. Semua sudah dihafalkan di TPQ. Bahkan
sampai rukun iman dan rukun Islam.
Ilmu Faru Ain yang kedua adalah Ilmu Yushahihul Ibadah atau
ilmu yang mensahkan ibadah yaitu ilmu syariat atau ilmu fiqih. Semua orang
Islam wajib mempelajari karena berhubungan dengan kewajiban syariatnya seperti
shalat. Dalam shalat mensyaratkan wudlu sehingga ibadahnya sah. Sehingga wajib
belajar tentang wudlu. Termasuk wajib belajar ilmu tentang mandi besar. Ilmunya Puasa
Ramdan. Adapun zakat dan haji hanya untuk
orang-orang tertentu.
Haji itu wajib apabila istatha'a yang artinya mampu. Apabila
belum mampu jangan dipaksa menjadi mampu. Karena tidak wajib tidak usah
dipaksa-paksa wajib. Jika suatu ketika punya uang ya berangkat. Jika punya uang
untuk daftar ya daftar. Walaupun antreannya sampai puluhan tahun.
Sekarang ada haji yang langsung berangkat namanya haji
Furada. Bayarnya mahal sampai sekian ratus juta. Jika dia punya uang senilai
harga itu maka wajib baginya untuk berangkat pada tahun itu juga. Tidak boleh
baginya hanya untuk daftar dan mengantre. Karena dia sudah mampu secara materi
untuk berangkat tahun itu.
Mengapa begitu?. Karena sekarang sebab orang berhaji sudah bermacam-macam
ada yang Haji lewat pemerintah dengan
antrean sekian tahun. Ada haji plus antreannya 5 sampai 10 tahun. Ada yang
plus-plus yaitu sekitar 3 tahun. Ada yang istimewa yang tahun itu langsung bisa
berangkat.
Putra Kiai Husain pernah cerita, Abah itu berangkat hajian
kurang satu bulan. Tiba-tiba dawuh, "Aku budalno tahun iki". Akhirnya
juga berangkat dan biayanya memang mahal. Tapi masalahnya bukan di mahal atau
tidak mahalnya. Melainkan Punya atau tidak punyakah kita uang untuk haji Furoda yang harganya sekitar
500 juta. Tidak punya uang 500 juta, tapi punya Innova Zenic yang harganya
500jt. Baginya wajib berangkat dengan haji furada bukan haji reguler. Kalau tidak
punya uang Zenic-nya dijual. Kok tidak dijual dan tidak berangkat maka termasuk
khitab hadist ingin mati dalam keadaan Nasrani atau Yahudi.
Mampu dalam artian punya uang untuk haji itu ukurannya bukan
tabungan. Tapi punya aset yang aset itu tidak menjadi kebutuhan pokok. Jika
bisa dijual untuk kebutuhan haji maka harus dijual. Contoh tanah atau kebun.
Jika itu bukan kebutuhan pokoknya maka wajib dijual.
Tahun 2006 antrean haji masih 1 tahun. Saya dan isteri daftar
dapat porsi dengan membayar per orang 5 juta jadi 10 juta. Saat itu tabungan pribadi belum banyak.
Melunasi hajinya saat itu per orang 25 juta. Jika 2 orang maka 50 juta. Ketika
tahun 2007 langsung dapat panggilan berangkat. Maka harus melunasi 40 juta.
Saat itu saya belum punya tabungan 40 juta. Isteri saya tanya, "Bah budal
atau tidak?!". Saya jawab, "Ya berangkat Buk!". Tanya lagi,
"Lha uang nya mana?". Saya jawab, "Parkir di depan rumah berupa
Panter itu apa?!". Akhirnya mobil Panter dijual untuk berangkat haji.
Saat itu Panthernya terjual harga 80 juta. Yang 40 juta untuk
haji. Yang 40 juta untuk beli mobil Sedan Tua yaitu Sedan Timor. Punya uang
berupa aset itu berat. Kadang dibuat investasi Karena tabungan. Ya kembali ke
pribadinya mementingkan tabungan dunianya atau akhiratya?.
Akhirnya saat pulang haji, saya bisa beli mobil baru gres.
Niatnya kredit. Ceritanya ketika
berangkat haji saya punya teman yang dermawan. Mobil Sedan Timor Tua saya jual
dan uangnya untuk DP kredit mobil baru kredit. Teman saya itu ikut waktu DP
Mobil. Saat mobilnya datang dia juga ikut datang dan menjelaskan kalau kredit
kena banyak Gus. Akhirnya dia yang melunasi, dan saya disuruh membayar
sewaktu-waktu.
Saat itu saya tidak punya tabungan tapi punya aset yang tidak
menjadi kebutuhan pokok dan bisa saya jual untuk berangkat haji. Sekarang
berangkat haji tidak hanya lewat antrean tapi bisa melalui haji cepat. Jika
punya aset yang senilai haji furada maka hukumnya wajib.
Cita-cita apabila diserahkan kepada Allah maka akan mudah
tercapai. Tapi jika mengandalkan ilmu,
akal, dan kemampuan diri sendiri pasti akan sulit. Oleh karena itu seseorang
apabila punya cita-cita apapun harus tawakal kepada Allah Swt. Apakah makna
tawakal harus diam saja tanpa usah?. Tidak! itu adalah pemahaman yang kliru. Tawakal
ada 2 macam. Pertama tawakalnya orang awam seperti kita yaitu:
تَوَكُّلُ الْعَامَّةِ: فِعْلُ السَّبَبِ
وَتَفْوِيْضُ حُصُوْلِ الْمُسَبَّبِ إِلَى اللهِ تَعَالَى
Tawakkalnya orang awam: melakukan usaha dan menyerahkan
keberhasilan usaha itu kepada Allah.
Apabila kita punya cita-cita, keinginan dan program maka
usaha harus dilakukan. Tapi tetap menyerahkan
keberhasilannya kepada Allah. Berbeda dengan orang liberal yang mengandalkan
dirinya sendiri. Berhasil atau tidak dikembalikan pada dirinya sendiri.
Menurutnya sekeras apa dia usaha, sebegitu hasil yang akan dia capai.
Orang tawakal tidak seperti itu. Dia tetap berusaha. Misalkan
urusan rezeki. Maka harus tetap usaha. Anak pondok misalnya, dalam urusan
tawakal ini, Ketika akan ujian tidak mau belajar maka itu kliru. Harus usaha
terlebih dahulu. Harus belajar terlebih dahulu.
Saya juga pernah salah pemahaman. Ketika akan mondok di
Lirboyo saya didawuhi Abah, "Nak, aku tidak kepingin besok kamu pulang
dari pondok jadi orang pintar, tapi aku kepingin kamu pulang membawa ilmu
manfaat walaupun sedikit tidak apa-apa". Saat itu saya baru lulus MI,
diberi wejangan seperti itu salah paham dan menjadikan itu sebagai kesempatan
tidak belajar.
Ketika disuruh guru di pondok untuk hapalan saya selalu
berdiri. Sampai guru saya jengkel karena saya memilih berdiri daripada hafalan.
Lama-lama saya matur ke guru tersebut, "Pak, Jenengan tidak usah susah
memikirkan saya, terose bapak saya, saya itu tidak pintar tidak apa-apa!".
Akhirnya raport merah semua. Melihat itu Abah tidak marah.
Malah dibaca, "Nilai Shorof 4. Nahwu 5. Fiqih 4." Kemudian ditanda
tangani. Ternyata Abah konsisten dengan
dawuhnya. Beliau hanya dawuh mendokan ilmu manfaat. Lalu dilihat dibawah ada
tulisan al-Bayan Mualaq. Yaitu naik gantungan. Abah malah dawuh, "Looo kok
Mualaq barang, Nggak munggah sekalian Abah tidak apa-apa ben tambah hapal".
Dalam benak saya berkata, "Waah, kalau diteruskan seperti ini goblok
sungguhan saya".
Akhirnya saya berusaha dengan rajin sampai nilai-nilai itu
banyak yang menjadi 9. "Man Jada wajada". Yang bersungguh akan
mendapatkan hasil. Tapi sesungguh apapun usaha kita harus tetap bergantung
hasilnya kepada Allah.
Tawakal kepada Allah adalah bahwa yakin kita ini hanya mampu
untuk ikhtiar. Selebihnya adalah Allah yang memberi. Kita hanya bisa ikhtiar
semaksimal mungkin sebatas akhir kemampuan kita. Jangan belum usaha maksimal
kemudian berkata, "Aku tawakal kepada Allah!". Itu juga salah. Oleh
karena itu, pengertian, "ma istatho'tum" adalah pada batas akhir
kemampuan kita. Bukan semampunya tapi sekuatnya. Artinya apa yang diperintah
Allah kita kerjakan semaksimal mungkin atau sekuat tenaga kita.
Ikhtiar kita sebagai manusia adabnya adalah melalukan ikhtiar
semaksimal mungkin lalu dipasrakah kepada Allah. Jika kita sebagai orang awam
belum iktiar maksimal dan mengatakan bertawakal maka itu dinamakan tarokal
adab atau meninggalkan adab. Diberi rezeki kemampuan akal. Rezeki tubuh
sehat, rezeki kesempatan untuk dapat menggapai cita-citanya beruapa usaha tapi
tidak dilakukan dan berkata, saya tawakal kepada Allah maka itu sama saja
meninggalkan adab.
Kita bisa mencontoh bagaimana Pondok Peta di dalam program
hal apapun. Seperti ketika akan menjalankan peringatan haul yang didatangi oleh
jamaah sekian ratus ribu orang. Bagaimana membuat persiapan-persiapannya.
Bagaimana manajerialnya. Bagaimana pengaturannya. Bagaimana melakukan apa yang
bisa kita jalankan sebagai manusia. Tapi tetap hasilnya diserahkan kepada Allah
Swt.
Abah Djamal ketika Rojabiyah, membimbing kita untuk maksimal
di dalam ikhtiar agar Rojabiyah itu berhasil. Mulai dari membentuk kepanitiaan,
mengatur keuangan, mencari sumber dana, membuat perencanaan-perencanaan dsb.
Tapi ketika sudah rapat umum, Beliau kemudian dawuh, "Idris arek-arek kon
moco huwal habib sebagai ikhtiar doa". Itu menunjukan bahwa usaha apapun
yang kita jalankan, tetap keberhasilannya diserahkan kepada Allah Swt.
Didalam usaha kita harus menggantung apapun yang kita
kerjakan, apapun yang kita ikhtiarkan tetap titik akhirnya keberhasilannya
adalah Allah. Dari awal sudah begitu, tapi maksimal dalam berusaha.
Mondok juga seperti itu dari awal sudah digantungkan bahwa
nanti titik akhirnya aku berhasil atau tidak adalah Allah. Tapi semua potensi
dan sumbedaya yang diberikan Allah kepada kita harus aku gunakan untuk
menggapai cita-cita dan tujuannku. Akhirnya berhasil dengan mudah. Ikhtiar
harus dilakukan secara maskimal.
Sebaliknya kalau kita menjalankan sesuatu mengandalkan ilmu,
akal dan diri sendiri maka akan sulit. Dalam keadaan apapun biasanya pasti ada
fakfor X yang selalu ada diluar hitungan. Contoh sudah ada perencanaan apabila
menghafal perhari saya akan dapat sekian nadzam per hari. Saat setoran pasti
beres. Karena setiap hari sudah dicicil.
Belajar yang baik adalah sedikit tapi istiqomah. Bukan yang
kejar setoran. Saat akan ujian belajar lama sekali. Kesehariannya tidak pernah
belajar. Rumusnya adalah 2x5 lebih baik
daripada 5x2. Belajar 2 jam 5 hari hasilnya lebih maksimal daripada belajar 5
jam dalam 2 hari.
Lebih baik belajar sebentar-sebentar tapi setiap hari.
Daripada belajar lama tapi setelah itu tidak pernah belajar. Perencaan yang
demikian saja kadang ada faktor X nya. Contoh sudah tinggal setoran tapi
gagal karena faktor X yaitu sakit tipes.
Inilah ikhtiar kita sebagai orang awam. Usaha yang maksimal
keberhasilannya diserahkan kepada Allah. Sayyidina Umar RA, ketika menjadi
kholifah selalu berkeliling daerah-daerah untuk berpatroli. Ketika sampai di
satu desa terpencil. Sayyidina Umar melihat rakyatnya banyak yang berpangku
tangan tidak bekerja. Sayyidina Umar pun bertanya, "Wahai Rakyatku, kenapa
Kalian tidak bekerja?". Mereka menjawab, "Kami sedang tawakal Ya
Amirul Mukminin".
Ketika sampai di desa yang lain. Sayyidina Umar juga
menemukan banyak masyarakatnya yang tidak bekerja. Dan ketika ditanya oleh
Sayyidina Umar, jawabannya adalah karena tawakal. Suatu saat semua orang dari
desa-desa itu dikumpulkan oleh Sayyidina Umar dan diberitahu:
قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ :
إِنَّمَا الْمُتَوَكِّلُ الَّذِيْ يُلْقِيْ بَذْرَهُ إِلَى الْأَرْضِ وَتَوَكَّلَ
Artinya: Umar bin Khottob berkata: “Orang yang tawakkal itu
adalah orang yang meletakkan biji tanamannya di bumi kemudian pasrah (berserah
diri)”.
Kerja manusia adalah menebar benih. Adapun yang menumbuhkan
benih, yang mensuburkan, dan yang membesarkan itu adalah Allah. Kemampuan
manusia adalah menebarkan benihnya. Tidak hanya diam. Walaupun yang demikian
bisa-bisa saja. Yaitu ada orang yang berdoa minta kepasa Allah ingin makan
tanpa bekerja. Oleh Allah dia dibuat ditangkap polisi dan dimasukan penjara. Di
dalam sel penjara itu dia mendapatkan makan gratis. Kemudian direnungkan bahwa
dia bisa masuk penjara gara-gara salah doa.
Adapun tawakalnya orang khusus adalah :
تَوَكُّلُ الْخَاصَّةِ: تَرْكُ فِعْلِ
السَّبَبِ ثِقَةً بِوَعْدِ اللهِ تَعَالَى
Tawakkalnya orang khowassh yaitu meninggalkan usaha dan hanya
percaya kepada janji Allah. Hakikatnya rezeki sudah diatur oleh Allah. Dalam
ilmunya Allah. Pengaturan rezeki sudah ditulis di Lauhul Mahfudz. Kita jadi
kaya atau miskin. Itu sudah ada pada zaman azali di Lauhul Mahfud dan ditulis
oleh Makhluq bernama Al-Qalam. Saat itu Qolam diperintah untuk menulis apa yang
sudah ada dan apa yang akan ada. Termasik yang akan ada yaitu rezeki kita.
Pada tahap rincian qadla Allah ketika kita ada di perut ibu.
Yaitu ketika kita dikandung menjadi janin. Ditentukan jenis kelaminnya dilihat
di Lauhul Mahfudz kemudian ditulis. Ajalnya dilihat di Lauhul Mahfudz kemudian
ditulis. Rezekinya dilihat di Lauhul Mahfudz kemudian ditulis. Sa'idun atau
Saqiyun dilihat di Lauhul Mahfudz kemudian ditulis. Jadi hakikatnya sudah ditentukan
sampai Allah dawuh, "Semua yang berjalan di atas bumi rezekinya sudah
ditanggung oleh Allah".
Bagi orang makrifat dan golongan khawwash meyakini dawuh itu
dengan sangat yakin karena tidak hanya ilmu yakin tapi juga haqul yakin. Kita
masih ilmu yakin karena pengetahuannya dari informasi Alquran. Tapi jika Ainul
yakin karena sudah tahu buktinya.
Imam al-Zahid menguji kebenaran janji Allah tentang rezeki
dengan cara bersembunyi di dalam gua. Gua yang beliau pilih adalah gua yang
berada di sebuah gunung yang tidak dijamah orang. Di dalam gua itu, beliau
hanya diam. Dalam tekad beliau bahwa Allah akan memberi rezeki kepada siapa
saja yang ada di bumi. Maka dengan diam pun pasti Allah memberi rezeki
kepadanya. Di Gua itu, Imam Zahid mencoba bersembunyi dengan menghimpitkan
badanya diantara batu agar tidak diketahui orang. Beliau mencoba, bagaimana
Allah akan memberi rezeki kepadanya, padahal dia telah bersembunyi di tempat
yang jauh dari keramaian.
Sampai berhari-hari, dan sampai berminggu-minggu. Imam Zahid
hanya diam. Setelah itu datanglah rombongan kafilah yang baru saja mengambil
dagangan di Syam Syiria. Pada saat itu Syam adalah pasar internasional.
Ternyata rombongan itu sedang tersesat. Sudah mencoba beberapa kali berputar,
tapi terhenti di gunung yang sama. Sampai tiga kali mereka berputar mencari
jalan keluar. Tetap saja, di gunung itu mereka kembali.
Beberapa saat kemudian hujan datang. Berteduhlah mereka di
dalam gua dan melihat seorang yang terhimpit batu yakni Imam al-Zahid. Mereka
pun memberi Imam Zahid roti dan susu. Tapi orang yang terhimpit batu itu hanya
diam. Mereka menduga bahwa Imam Zahid mulutnya telah terkunci sehingga tidak
bisa memakan roti dan susu. Mereka kemudian menghangatkan susunya terlebih
dahulu, lalu mencampurnya dengan roti. Mulut Imam Zahid kemudian dibuka paksa
dan di masukan. Tapi ketika makanan sudah berada di mulut, makanan itu langsung
ditelan oleh Imam Zahid. Rombongan yang menyuapi itu kemudian berkata kepada
Imam Zahid, "Anta Majnun". Artinya, "Kamu gila". Imam Zahid
berkata, "Saya tidak gila, karena saya melakukan ini, untuk menguji janji Allah
yang ada pada surat hud ayat 6 tentang rezeki, bahwa Allah akan mencukupi
rezeki siapapun yang ada di bumi".
Pemahaman yang Haqul Yakin tentang rezeki adalah Nabi
Sulaiman yang pernah diperintah Allah sholat di tepi laut sampai 3 hari. Setiap
sholat beliau selalu melihat semut yang lewat di depannya. Semut itu menggigit
daun yang masih hijau. Beberapa saat kemudian, datang seekor katak. Dan semut
itu pun melompat di atas punggung katak. Keduanya kemudian pergi ke tengah
laut, dan menenggelamkan diri. Beberapa waktu kemudian, si katak dan semut itu
muncul dari laut. Ketika sampai di bibir pantai, semut turun dan lewat di depan
Nabi Sulaiman lagi.
Dalam sehari hal itu terjadi sampai 2 kali. Sehingga ketika
hari ke-3, semut itu distop oleh Nabi Sulaiman, dan ditanyai "Wahai Semut,
selama 3 hari ini kamu lewat di depanku, membawa daun hijau yang masih segar
dan menaiki katak, lalu katak itu membawamu ke tengah laut, dan kalian menenggelamkan
diri". Semut itu kemudian menjawab, "Wahai Nabinya Allah, Di dalam
laut ini, Allah memiliki makhkuq yang berupa ulat, yang hidup di dasar laut,
ulat itu berada di sebuah batu karang. Ulat itu
bersembunyi di sela-sela batu karang. Ulat itu, tidak memakan
dedaunan laut, dan hanya memakan daun yang berada di darat. Dia tidak bisa
keluar karena apabila dia keluar, pasti dia dimakan oleh ikan laut. Nah aku
dipasrai untuk mencarikan makanan berupa daun darat, dan Allah mengirim
malaikat berwujud katak itu sebagai tungganganku".
Rezeki akan mengejar pemilikinya seperti kematian yang
mengejar pemiliknya. Orang akan mati walaupun dinaga oleh benteng yag kuat.
Seperti Namrud yang mati karena nyamuk.
Suatu hari ada tamu sowan Nabi Sulaiman. Ketika tamu itu
berhadapan dengan Nabi Sulaiman, dia juga melihat tamu yang memperhatukan
dirinya. Tamu itu berwajah garang dan
menakutkan. Setelah beberapa lama, tamu garang itu berpamitan.
Tamu yang diperhatikan oleh sosok yang menakutkan itu
kemudian memberanikan diri bertanya kepada Nabi Sulaiman. "Wahai Nabi
Sulaiman, siapakah tamu Anda yang menakutkan
Itu?". Nabi Sulaiman
menjawab, "Dia adalah temanku yang bernama Malaikat izroil".
Mendengar jawaban Nabi Sulaiman itu, tamu tersebut bertambah
bingung karena sedari tadi Malaikat Izroil memperhatikannya. Akhirnya tamu itu
meminta kepada Nabi Sulaiman untuk dipinjami mukjizatnya yang berupa angin.
"Kamu mau kemana?". Tanya Nabi Sulaiman. "Mau ke India
Nabi". Niatnya tamu itu agar bisa terhindar dari Izroil. Akhirnya tamu itu
naik angin sampai ke India. Sampai di India, dia sudah dipapak oleh Izroil dan
mati di india.
Satu ketika Izroil sowan lagi ke Nabi Sulaiman. Oleh Nabi
Sulaiman ditanya kenapa dia menakuti tamunya sampai-sampai ingin pergi ke
India. Malaikat Izroil menjawab, "Saya tidak niat menakuti Nabi, tapi saya
heran, dalam catatan kematiannya dia harusnya mati di india, tapi kenapa dia
masih sehat dan berada di Timur Tengah, dan ketitika dia terbang ke India, maka
cocok dengan catatan kematiannya". (*)
-Disarikan
dari Pengajian Al-Hikam Setiap Malam Selasa oleh KH. Mohammad Idris Djamaluddin
di Bumi Damai Al-Muhibin Tambakberas Jombang, 22 April 2024
Nderek belajar
BalasHapus